Terinspirasi oleh pelukis Walter Spies yang pada tahun 1930-an dengan seniman tari Bali Wayan Limbak menggagas tarian Kecak, I Putu Winset Widjaya, seorang seniman beladiri menciptakan seni beladiri baru yang mengambil gerakan pencak kuno Bali sebagai dasarnya. Pencak tradisional Bali seperti itu Sitembak, 7 harian, dan Depok yang biasa juga disebut sebagai Tengklung dipadukanlah dengan drama, tari Bali dan jurus-jurus beladiri seperti Tae Kwon Do, Capioera dan lain-lain.
Jadilah sebuah aliran bela diri baru yang diberi nama dalam bahasa Bali sebagai Mepantigan, yang artinya saling membanting.

Yang membedakan Mepantigan ini dengan pencak yang ada di Indonesia adalah lebih banyak mengutamakan kuncian dan bantingan. Untuk lebih menekankan ciri khas Bali Putu Winset mengembalikan kostum pencaknya ke pakaian asli pencak Bali kuno yaitu hanya mengenakan kain yang diikat sedemikian rupa menjadi seperti celana pendek (kamen kancut/mekancut guladginting) dipadukan dengan ikat kepala khas Bali yang biasa disebut Udeng. Pakaian ini di dapatnya dari literatur yang ada tentang pencak Bali kuno. Para pesilat Mepantigan menggunakan kain dan Udeng jika bertanding atau pertunjukan. Khusus untuk berlatih mereka menggunakan kostum merah putih dan kain batik sebagai penanda bahwa Mepantigan adalah berasal dari Indonesia.Sepanjang pertarungan, baleganyur (gamelan Bali) selalu mengalun. Sebelum dan sesudah pertarungan, mereka menghormat ke patung Dewi Sri, dewi kesuburan.

Mepantigan banyak diminati oleh murid-murid sekolah international yang nota bene warga Negara asing. Bahkan Mepantigan juga mulai diperkenalkan sebagai seni pertunjukan beladiri di hotel Arma di Ubud. Di hotel itu mereka rutin mempertunjukannya setiap Kamis malam lengkap dengan iringan tetabuhan gamelan. Semoga saja Mepantigan menjadi seperti tari Kecak yang menjadi salah satu ikon Bali dan semakin memperkaya khazanah seni dan budaya Bali.