Dul Muluk merupakan salah satu seni tradisional di Sumatera Selatan. Teater Abdul Muluk pertama kali terinspirasi dari seorang pedagang keturunan arab yang bernama Wan Bakar. Dia datang ke Palembang pada abad ke-20 lalu menggelar pembacaan kisah petualangan Abdul Muluk Jauhari, anak Sultan Abdul Hamid Syah yang bertakhta di negeri Berbari di sekitar rumahnya di Tangga Takat, 16 Ulu. Acara itu menarik minat masyarakat sehingga datang berkerumun.
Sejak itu Wan Bakar sering diundang untuk membacakan kisah-kisah tentang Abdul Muluk pada berbagai perhelatan, seperti acara perkawinan, khitanan atau syukuran saat pertama mencukur rambut bayi.
Bersama murid-muridnya, antara lain Kamaludin dan Pasirah Nuhasan, Wan Bakar lalu memasukkan unsur musik gambus dan terbangan (sejenis musik rebana) sebagai pengiring. Bentuk pertunjukan pun diperkaya. Jika semula Wan Bakar menjadi wakil semua tokoh, kemudian para muridnya dilibatkan membaca sesuai tokoh perannya.
Pada tahun 1919, tercatat pertama kali pembacaan teks dibawakan dalam bentuk dialog disertai gerak tubuh sesuai peran masing-masing. Pertunjukan pun sudah di lapangan terbuka. Dalam perkembangan berikutnya, pelaku peran dilengkapi kostum khusus, sudah merias diri, dan menggunakan properti pertunjukan seadanya. Perangkat musik pun ditambah biola, gendang, tetawak (gong), dan jidur alias gendang ukuran besar.
Pertunjukan Dulmuluk sempat berada di puncak kejayaannya pada era 1960-an dan 1970-an. Ketika itu ada puluhan grup teater tradisi Dulmuluk. Dibeberapa tempat teater tradisi ini dikenal juga sebagai pertunjukan Johori. Istilah Johori berasal dari nama belakang tokoh utamanya, yang bernama lengkap Abdul Muluk Jauhari.
Sejarah dan Latar Belakang Dul Muluk
Teater Dul Muluk adalah teater daerah Sumatera Selatan yang lahir dan diciptakan dikotamadya Palembang, terbentuknya teater ini melalui tahapan yang panjang yang dimulai dari proses yang paling awal sejak pembacaan syair atau tutur, hingga menjadi teater utuh seperti sekarang ini. kata Dul Muluk sendiri berasal dari nama pemeran utamanya yang bernama Raja Abdulmuluk Jauhari. kesenian ini dibawa oleh seorang pedagang keliling yang masih mempunyai darah keturunan Arab yang bernama Wan Bakar ke Kota Palembang dengan sistem perdagangan. dulunya pada 1954 Wan Bakar bertempat tinggal di kampung tangga takat (16 ulu) Palembang.
Pria yang mempunyai nama lengkap Shecj Ahmad Bakar ini sering sekali melakukan perjalanan berdagang ke Singapura, Negeri Johor Malaysia, Kepulauan Riau, dan Pulau Bangka. Ia menyebarkan syair Dul Muluk dari mulut ke mulut menceritakannya kepada satu persatu masyarakat atau para sahabatnya yang datang dan bertamu ke rumahnya. Sedangkan dagangan yang ia jual yaitu rempah-rempah dan hasil hutan untuk di jual di kepulauan Riau, Singapura dan Malaysia, dan kemudian dari Singapura dan Malaysia Ia membawa barangdagangan berupa tekstil, keramik, dan barang-barang antik untuk dijual di Kepulauan Riau, Bangka, dan Palembang.
Selain ia membawa barang dagangan, ia juga membawa kitab-kitab bacaan yang berisikan hikayat baik dalam bentuk syair maupun cerita biasa untuk keperluan sendiri. Dan di antara kitab yang ia bawa terdapat kitab syair Abdulmuluk yang di bawa dari Singapura dalam tuliasan huruf Melayu atau yang sering di sebut tulisan Arab gundul, sedangakan syair Abdulmuluk ini sendiri di karang oleh seorang wanita yang bernama Saleha yaitu adik perempuan dari Raja Ali Haji Ibn Raja Achmad Ibn yang di pertuan muda Raja Haji FiSabilillah yang bertahta di Negeri Riau Pulau Penyengat Indra sakti pada abad ke19.
Ternyata kisah Raja Abdulmuluk ini berangsur-angsur tersebar keseluruh penjuru Kota Palembang dan sangat di gemari oleh masyarakat, karena ketertarikan tersebut maka akhirnya seluruh masyarakat yang yang mengemari Dul Muluk berkumpul dan membuat persatuan pecinta Dul Muluk. Semakin hari jumlah anggota persatuan ini semakin bertambah dan akhirnya tersebar ke seluruh Sumatera bahkan ke Eropa.
Berangsur-angsur waktu berjalan akhirnya tercetuslah ide dari para pencinta Syair Dul Muluk untuk menjadikan syair tersebut suatu pertunjukan atau pagelaran, Dan akhirnya pagelaran pertama kali Dul Muluk pun terlaksana pada 1910 hingga tahun 1930 adalah bentuk teater Dul Muluk yang masih asli, karena setelah tahun 1930 masuklah sandiwara dan bangsawan dari Jawa maka sedikit berpengaruh pada pertumbuhan Teater Dul Muluk di Palembang, Dan akhirnya setelah tahun 1942 Dul Muluk dimanfaatkan untuk propaganda pemerintah dan disuruh memakai pentas atau panggung.
Maka pada waktu itu teater Dul Muluk sangat digemari masyarakat. hampir setiap kenduri selalu dimeriahkan dengan pagelaran teater Dul Muluk yang diadakan pada malam hari menjelang atau setelah hari persedekahan, pagelaran diadakan semalam suntuk mulai dari pukul 20.30 hingga pukul 04.00 pagi hari nya.
Sumber : http://lemabang.wordpress.com/2012/12/19/teater-dul-muluk/