PENINGGALAN WARISAN NENEK MOYANG DI DESA ADAT BENA - FLORES


Desa Bena terletak di sebelah selatan kota Bajawa kabupaten Ngada - Flores. Desa yang berada di dekat gunung Inerie dan dilingkari oleh pegunungan-pegunungan disekitar nya, satu-satunya kampung yang berada disana. Untuk menuju ke kampung ini kami harus menmpuh jalan meliuk-liuk keatas gunung, di suguhkan pemandangan yang indah bagaikan lukisan.


Ada 9 suku di desa Bena ini, awal nya malah hanya satu suku saja, suku Ngada adalah suku asli desa ini, sampai akhirnya terjadi perkawinan dengan suku lain hingga kini terdapat 9 suku di desa ini. Saya (dengan bangga) ditemani salah satu kepala suku untuk berkeliling kampung Bena dan mendengarkan penjelasan beliau tentang sejarah kampung Bena. Hanya ada sekitar 20 an rumah berbaris membentuk letter U. Mengelilingi halaman besar yang berisikan kuburan-kuburan, baik yang umur nya sudah tua maupun yang baru, terdapat juga kubuh-kubuh berukir yang dipakai untuk acara pesta adat.


Uniknya desa Bena ini yaitu mereka masih menjaga turunan leluhur nya, yang terlihat dari bangunan Megalitik berupa susunan batu-batuan ceper disusun secara vertikal, beliau menjelaskan itu adalah kuburan leluhur mereka yang sudah berumur ribuan tahun, sampai keadaan rumah-rumah nya masih unik, terbuat dari alang-alang, kayu dan bambu. Pak kepala suku menceritakan tentang arti-arti pahatan-pahatan kayu yang terukir di seluruh bangunan desa Bena, payung sebagai simbol laki-laki, dan rumah sebagai simbol perempuan. Di beberapa atap rumah terlihat hiasan  boneka yang memegang anak panah yang merupakan simbol bahwa rumah tersebut adalah milik dari keluarga garis laki - laki penduduk asli kampung ini, yaitu Suku Ngada. Sedangkan rumah yang dihiasi rumah - rumahan kecil di atas atapnya, merupakan simbol bahwa rumah tersebut milik dari keluarga garis perempuan suku asli. 



Penduduk desa yang sangat kecil ini hidup dalam kerukunan dan kekeluargaan. Penduduk perempuan membuat kain kain tenun dengan tangan di depan rumah masing-masing dan digantung2 di depan rumah - rumah, berharap turis membeli nya, kain-kain ini tidak mahal, kain yang kecil untuk syal hanya 50 ribu rupiah, dan mereka tidak berteriak-teriak memanggil-manggil pembeli seperti yang biasa terjadi di Bali, sehingga turis merasa terganggu, jika di beli sukuurrr kalo ngga juga ngga apa2, begitu kayaknya motto nya. Walaupun penduduk masih mempercayai roh leluhur nya mereka mulai mempelajari agama Katholik yang di pimpin oleh seorang pendeta yang datang dari Bajawa beberapa waktu sekali.




Sang bapak kepala suku mengatakan betapa sedih nya membayangkan bahwa desa Bena mungkin tidak akan bertahan lama mengingat generasi baru kampung tersebut mulai tidak perduli lagi dengan adat istiadat Bena, generasi baru sudah sekolah di luar dan tidak mau tinggal di kampung Bena. Sungguh tragis rasanya jika desa Bena benar2 akan hilang.. Pak kepala suku bertanya dimana saya tinggal, ketika saya bilang Angola beliau mengambil Globe dari plastik yang digantung di depan rumah pos paling ujung desa, beliau ingin saya menunjuk di bola tsb dimana letak Angola. Beliau pun menuliskan alamat lengkap untuk saya kirim kartu pos dari Angola. 

Sumber : http://yullysebayang-travel.blogspot.com

9 DESA TRADISIONAL FAVORIT DI INDONESIA


Sebagai negara dengan lebih dari 350 kelompok etnik, keanekaragaman budaya Indonesia layak untuk dijelajahi. Temukan kebudayaan unik dan saksikan kehidupan tradisional di Indonesia dengan mengunjungi salah satu desa tradisional dimana penduduknya masih mempertahankan kebudayaan asli, hidup layaknya nenek moyang mereka. Tersebar ke seluruh Indonesia, desa tradisional menawarkan kesempatan untuk merasakan hal yang unik khas Indonesia, tempat dimana kepercayaan kuno dan ritual masih mendominasi kehidupan sehari-hari. Komunitas tradisional dan kelompok budaya yang tinggal di desa tradisional ini masih melakukan ritual, adat istiadat, menghasilkan kesenian dan kerajinan tangan yang eksotik serta masih mengenakan pakaian tradisional. Daya tarik utama desa-desa ini adalah kesempatan untuk melihat dan merasakan perbedaan budaya yang masih asli, bebas dari pengaruh modernisasi. Mengunjungi desa tradisional merupakan pengalaman yang tak terlupakan dan menawarkan kesempatan langka untuk memeluk suasana pedesaan yang masih belum terjamah.

Dan berikut ini adalah 9 Desa Tradisional tujuan wisata terfaforit yang tersebar di Nusantara. Yang ane rangkum berdasarkan jumlah Voter dari web Indonesia Travel :


1. Kampung Naga


Jika Anda bosan dengan kehidupan kota metropolitan yang dipenuhi oleh gedung-gedung pencakar langit, Anda harus mengambil cuti beberapa hari untuk tinggal di kampung Naga di desa Neglasari, kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat.


Kampung Naga merupakan suatu perkampungan yang dihuni oleh sekelompok masyarakat yang sangat kuat dalam memegang adat istiadat peninggalan leluhurnya, dalam hal ini adalah adat Sunda. Seperti permukiman Badui, Kampung Naga menjadi objek kajian antropologi mengenai kehidupan masyarakat pedesaan Sunda di masa peralihan dari pengaruh Hindu menuju pengaruh Islam di Jawa Barat.

Kampung yang memiliki luas 1,5 hektar ini masih sangat terlihat 'hijau' dan sama sekali belum dipengaruhi oleh modernisasi. Sekitar 311 orang tinggal di desa ini. Lokasi Kampung Naga tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan kota Garut dengan kota Tasikmalaya.


Kampung ini berada di lembah yang subur, dengan batas wilayah, di sebelah Barat Kampung Naga dibatasi oleh hutan keramat karena di dalam hutan tersebut terdapat makam leluhur masyarakat Kampung Naga. Setibanya di kampung ini, Anda akan melihat ratusan pohon-pohon yang tumbuh tinggi, sawah hijau dan sungai Ciwulang panjang. Selain itu, Anda akan menghirup udara sejuk dan suara gemericik air sungai di kejauhan.

2. Desa Suku Dayak


Jika Anda ingin mengetahui lebih jauh tentang suku Dayak, belajar tarian tradisional Dayak dan instrumen musiknya. Tempat inilah yang paling tepat. Suku Dayak Ngaju, merupakan suku Dayak yang paling populer, menduduki sekitar Kahayan dan Sungai Kapuas yang terkenal dengan keseniannya. Terutama peti mati kayu dengan kuburan panggung dan patung memorial yang tinggi.


Suku Ot Danum mendiami sekitar sungai di utara Ngaju dan di selatan pegunungan Schwaner dan Muller. Suku Ot Danum tinggal di rumah kuno dengan pilar setinggi 2-5 meter di atas tanah. Satu rumah memiliki sekitar 50 kamar. Rumah adat ini secara lokal disebut sebagai betang.Suku Ot Danum dikenal memiliki keterampilan menganyam rotan, daun palm dan bambu. Mereka masih hidup dengan mengikuti cara-cara nenek moyang mereka.


Suku di desa Ma'anyan masih mempercayai roh, ritual pertanian dan upacara kematian yang komplek. Dan mereka masih mengadalkan kemampuan dukun kapanpun mereka membutuhkan penyembuhan. Kuburan di desa ini menunjukkan tingkatan sosial. Pemakaman orang yang kastanya lebih tinggi terletak di hulu Sungai, diikuti dengan kuburan tentara, kuburan masyarakat biasa di hilir, dan pemakaman bagi budak terletak di tepi hilir.

3. Kampung Bena

Sebuah kampung tradisional bernama Bena telah menjadi salah satu tujuan wajib saat Anda menyambangi Pulau Flores. Di sini waktu seakan terhenti dimana kehidupan dari masa zaman batu masih dapat Anda nikmati dan resapi bersama keramahan penduduknya yang mengesankan dengan senyum di mulut dan gigi yang berwarna merah karena mengunyah sirih pinang. Nikmatilah kemewahan dan kemegahan salah satu warisan budaya Nusantara yang mengagumkan di Bena.


Bertengger dengan berporoskan pada Gunung Inerie (2245 m dpl), Kampung Bena di Bajawa adalah salah satu dari desa tradisional Flores yang masih tersisa meninggalkan jejak-jejak budaya megalit yang mengagumkan. Desa ini lokasinya hanya 18 km dari kota Bajawa di Pulau Flores.


Kehidupan di Kampung Bena dipertahankan bersama budaya zaman batu yang tidak banyak berubah sejak 1.200 tahun yang lalu. Di sini ada 9 suku yang menghuni 45 unit rumah, yaitu: suku Dizi, suku Dizi Azi, suku Wahto, suku Deru Lalulewa, suku Deru Solamae, suku Ngada, suku Khopa, dan suku Ago. Pembeda antara satu suku dengan suku lainnya adalah adanya tingkatan sebanyak 9 buah. Setiap satu suku berada dalam satu tingkat ketinggian. Rumah suku Bena sendiri berada di tengah-tengah. Karena suku Bena dianggap suku yang paling tua dan pendiri kampung maka karena itu pula dinamai dengan nama Bena.

4. Desa Tradisional Compang Ruteng

Compang Ruteng terletak di pusat desa Pu'u Ruteng di Kecamatan Golo Dukal, Manggarai, Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT). Batu compang dan lahan di sekitarnya itu posisinya lebih tinggi dari rumah penduduk lokal. Sebuah pohon Beringin (Ficus Benjamina) yang secara lokal dikenal sebagai Ruteng, dahulu tumbuh di tengah compang tersebut. Akan tetapi, kini pohon itu sudah tidak ada lagi dan diganti dengan pohon dadap. Di sebelah timur, terdapat dua rumah tradisional yang menjulang tinggi dengan atap melengkung tajam.



Anda dapat masuk ke dalam rumah adat yang disebut Rumah Gendang, untuk melihat struktur, interior kayu, dan peralatan seperti gong, drum kecil dan perisai yang digunakan untuk tarian tradisional. Saat pertama kali memasuki rumah Anda akan disambut sebagai tamu resmi dan akan ada serangkaian upacara ritual yang harus Anda ikuti. Penduduk lokal hanya bisa berbicara dalam bahasa Manggarai dan Bahasa Indonesia.

5. Desa Wisata Ciburial

Di Desa Wisata Ciburial Anda akan menemukan seni budaya Sunda dan peternakan lebah madu. Lokasinya berada di Kampung Cikurutug, Desa Ciburial. Desa wisata Ciburial merupakan kawasan pedesaan dimana penduduknya masih memiliki tradisi dan budaya yang relatif masih asli. 



Wilayah Desa Ciburial berada di Taman Hutan Raya Ir. H. Djuanda (Dago Pakar) yang merupakan hutan konservasi dan memiliki tempat wisata alam yang menarik. Beberapa tempat yang dapat Anda kunjungi sekitaran Desa Wisata Ciburial adalah air terjun Curug Omas, Curug Lalay, Curug Dago, Patahan Lembang, Gua Jepang, Gua Belanda, dan beberapa prasasti bersejarah. Di tempat ini terdapat sarana bermain dan belajar untuk anak-anak, serta pelatihan khusus cara pembudidayaan lebah madu. 

Bersebelahan dengan Taman Hutan Raya Djuanda, terdapat tempat yang cukup terkenal sejak zaman Belanda yaitu Maribaya. Anda perlu waktu hingga dua jam berjalan kaki dari pintu yang ada di Lembang sampai menuju pintu yang ada di Dago, maupun sebaliknya. Tantangan ini cocok untuk Anda yang menyukai alam dan senang untuk berolahraga.

6. Desa Arborek


Desa Arborek sebagai pelopor di antara 18 desa yang indah di Papua Barat yang telah memulai pengembangan konservasi lokal kekayaan laut berbasis masyarakat, Desa Arborek telah mendapatkan reputasi yang luar biasa diantara otoritas lokal dan masyarakat internasional. Dengan bantuan dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, pusat penelitian, dan organisasi non-pemerintah, masyarakat lokal di desa ini telah berhasil merumuskan peraturan daerah, penamaan kawasan konservasi mereka yaitu, Mambarayup dan Indip.


Untuk menemukan keindahan bawah laut tidak begitu sulit di sini. Sepanjang dermaga Arborek, para penyelam bisa langsung terjun ke air dan dengan mudah menemukan Gorgonia yang berkilauan tepat di bawah permukaan air. Orang-orang di Arborek yang ramah dan sangat rajin, menyalurkan kepekaan seni mereka dalam membuat kerajinan dari daun pandan laut yang luar biasa menarik. Arborek merupakan tempat yang menarik baik di bawah air maupun di daratannya sendiri.


Tas bertali-tali yang disebut Noken telah terkenal di seluruh dunia. Keunikannya adalah daya tarik yang sebenarnya orang cari. Dalam perspektif lokal, noken ini tidak hanya tas. Ini adalah simbol kehidupan yang baik, perdamaian, dan kesuburan. Hanya perempuan saja yang bisa membuat noken. Laki-laki tidak diperbolehkan untuk membuat noken, karena tas ini melambangkan rahim wanita.

7. Desa Kanekes


Lupakan ponsel atau alat elektronik lainnya saat Anda mengunjungi Desa Kanekes atau yang lebih popular disebut Desa Baduy di Banten. Selain tidak ada listrik untuk men-charge hp Anda, bahkan sinyal pun sulit didapat. Lebih baik Anda menatap alam sekitar dan mendengarkan suara-suara alam. Di sinilah Anda akan dapati kehidupan masa lalu sebelum memasuki sebuah zaman dari akibat revolusi industri yang menguasai dunia.


Desa Baduy, terletak di perbukitan Gunung Kendeng, sekitar 75 kilometer arah selatan Rangkasbitung, Banten. Ini merupakan tempat yang tepat untuk Anda yang ingin merasakan ketenangan yang jarang ditemukan di kota besar. Bagi mereka yang memiliki naluri berpetualang mungkin akan merasakan trekking di desa Baduy sangat memukau. Kehidupan keseharian masyarakat Baduy yang memegang teguh adat istiadat merupakan daya tarik tersendiri bagi Anda yang berminat menelusuri budaya unik kearifan lokal yang luar biasa ini.

Kawasan Baduy tepatnya berada di desa Kanekes, kecamatan Leuwidamar, kabupaten Lebak. Diperkirakan akhir abad ke-18 wilayah Baduy ini terbentang mulai dari kecamatan Leuwidamar sekarang sampai ke Pantai Selatan. Sekarang luas wilayah Baduy ini sekitar 5102 hektar. Batas wilayah sekarang ini dibuat pada permulaan abad ke-20 bersamaan dengan pembukaan perkebunan karet di desa Leuwidamar dan sekitarnya.


Suku Baduy sering disebut urang Kanekes. Baduy sebetulnya bukanlah nama dari komunitas yang ada di desa ini. Nama tersebut menjadi melekat karena diberikan oleh peneliti Belanda yang menyamakan mereka dengan Badawi atau Bedoin Arab yang merupakan masyarakat nomaden atau berpindah-pindah. Dari Badawi atau Bedoin, kemudian nama itu pun bergeser menjadi Baduy. Orang Baduy, karena bermukim di Desa Kanekes, sebenarnya lebih tepat disebut sebagai Orang Kanekes. Namun karena istilah “Baduy” terlanjur lebih dulu dikenal, maka nama “Baduy” lebih populer ketimbang “Orang Kanekes”.

Mereka tinggal di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Banten. Desa ini berada sekitar 38 km dari ibu kota Kabupaten Lebak, Rangkasbitung, atau sekitar 120 km dari Jakarta. Desa Kanekes memiliki 56 kampung Baduy. Orang Baduy Dalam tinggal di Kampung Cikeusik, Cikertawana, dan Cibeo. Sedangkan orang Baduy Luar tinggal di 53 kampung lainnya. Kampung Baduy Luar sering disebut kampung panamping atau pendamping, yang berfungsi menjaga Baduy Dalam.

Keseharian kaum lelaki Baduy menggunakan ikat kepala putih. Kecuali puun atau pemimpin adat, para lelaki menggunakan baju hitam dan sarung selutut berwarna biru tua bercorak kotak-kotak. Kaum perempuan menggunakan sarung batik biru, kemben biru, baju luar putih berlengan panjang. Gadis-gadis menggunakan gelang dan kalung dari manik.

8. Desa Madobak, Ugai dan Matotonan


Desa Madobak, Ugai dan Matotonan sebenarnya tidak didesain untuk destinasi wisata, tapi budaya tradisional dan hidup mereka sangat lestari dan unik, membuat desa ini menarik perhatian wisatawan. Terletak di hulu sungai Siberut Selatan. Untuk mencapai desa ini Anda mulai dari Muara Siberut, Anda harus mengambil rute Purou-Muntei-Rokdok-Madobak-Ugai-Butui-Matotonan. Setiap desa memiliki keunikan budaya masing-masing.


Madobak, contohnya sangat terkenal dengan air terjun Kulu Kubuk yang dingin. Air terjun ini memiliki dua tingkatan dengan tinggi 70 meter. Setiap desa juga terkenal dengan rumah tradisionalnya, secara lokal dikenal dengan Uma, dan upacara tradisionalnya yang dipentaskan oleh Sikerei atau Shaman.


Upacara tradisional ini biasanya dipentaskan selama pesta pernikahan dan memasuki rumah baru, tujuanya untuk mengusir roh-roh jahat. Shaman di ketiga desa ini masih setia mengenakan celana dalam dan ikat kepala (Luat) yang terbuat dari manik-manik berwarna-warni. Beberapa penduduk lokal masih memiliki tato tradisional Mentawai yang terbuat dari tebu dan pewarna arang kelapa. Tato ini dibuat dengan menggunakan paku dan jarum dan dua buah kayu sebagai bantalan dan palu. Menurut penduduk lokal, proses membuat tato ini sangat menyakitkan.

Anda tidak boleh melewatkan budaya tradisional mentawai yang unik ini!


Mengunjungi ketiga desa ini merupakan pengalaman yang luar biasa. Kehidupan alami mereka dapat terlihat dari rumah kayu Uma, sagu yang diproses menjadi makanan pokok mereka, kapal motor di pinggir sungai dan budaya lokal mereka yang beraneka ragam.
Di pedesaan ini, penduduk menggunakan kayu untuk memasak. Melihat penduduk mengambil sagu dengan ember mereka merupakan kegiatan menarik untuk disaksikan.

9. Desa Jangga


Datang dan rasakan kehidupan suku Batak tradisional di sebuah desa yang sebagian besar wilayahnya belum tersentuh oleh dunia modern. Terletak di lereng bukit yang indah, pengunjung yang datang ke desa Jangga ingin bertemu dengan orang Batak asli dan melihat bagaimana budaya mereka yang unik terus berkembang hingga saat ini.


Jangga terkenal dengan kain ulos yang indah yang ditenun oleh kaum wanitanya. Melihat kaum wanita desa ini menenun kain ulos yang rumit di depan rumah mereka. Ulos memainkan peranan penting dalam masyarakat tradisional Batak dan digunakan tidak hanya sebagai pakaian tetapi juga digunakan pada acara-acara adat seperti kelahiran, kematian dan pernikahan.


Di desa Jangga Anda akan menemukan deretan rumah-rumah tradisional, atraksi budaya dan sejarah, seperti sisa-sisa peninggalan raja-raja Batak berabad-abad yang lalu termasuk Raja Tambun dan monumen raja Manurung.

Desa Jangga terletak di tepi Gunung Simanuk-Manuk, Lumban Julu, kabupeten Toba Samosir, Sumatra Utara, sekitar 24 km dari Danau Toba. Desa ini adalah salah satu dari sejumlah desa Batak asli di wilayah Lumban Nabolon, Tonga-Tonga Sirait Uruk, Janji Matogu, hubak Sihubak, Siregar, Sigaol, Silalahi Toruan Muara dan Tomok Sihotang.

Sumber : http://www.indonesia.travel/id










WISATA PULAU KEMARO DAN LEGENDA UNIKNYA - PALEMBANG


Pulau Kemaro merupakan pulau yang masih termasuk bagian dari kota Palembang dimana pulau ini terletak ditengah-tengah sungai Musi. Pulau ini selalu ramai dikunjungi orang dari berbagai pelosok pada saat perayaan hari Cap Go Meh. 

Untuk sampai di Pulau Kemaro, harus ditempuh melalui jalur air, misalnya dengan speed boat ataupun perahu getek. Harga yang dipatok untuk masing-masing kapal pun berbeda-beda tergantung dari jenisnya. 

Sepanjang perjalanan menuju Pulau Kemaro, anda akan disuguhkan dengan berbagai pemandangan seperti pesisir sungai Musi, rumah-rumah sederhana dan tradisional yang berdiri di tepi sungai, bahkan anda dapat melihat jembatan Ampera yang merupakan salah satu icon kota Palembang. 

Pulau Kemaro memberikan pemandangan yang cukup indah kepada kita dimana kita akan disambut oleh pohon besar yang menjulang tinggi dan kokoh ketika baru sampai di pulau ini. Kita juga akan menemui Kelenteng Pagoda di pulau ini. Di Pulau Kemaro ini, para umat muslim diijinkan untuk berdoa di kelenteng dimana ini melambangkan kerukunan antara umat beragama Islam, Buddha dan Kong Hu Cu.


Di dalam pulau ini terdapat sebuah makam yang diyakini sebagai makan dari Putri Sriwijaya Siti Fatimah yang menceburkan diri ke Sungai Musi.

Menurut cerita, pada zaman dahulu seorang putri dari raja Sriwijaya bernama Siti Fatimah dilamar oleh putra raja dari negeri Tiongkok bernama Tan Bun Ann. Raja Sriwijaya ini mengajukan persyaratan yang harus dipenuhi oleh Tan Bun Ann. Persyaratannya adalah Tan Bun Ann harus menyediakan 9 guci berisi emas. Keluarga Tan Bun Ann pun menerima syarat yang diajukan itu. Untuk menghindari bajak laut, emas yang berada di dalam guci-guci itu dilapisi sayur-mayur oleh keluarga tanpa sepengetahuan Tan Bun Ann.

Pada suatu hari rombongan Tan Bun Ann tiba dari Tiongkok dengan 9 guci emas yang telah dijanjikan. Namun, setelah diminta menunjukkan isi gucinya oleh raja Sriwijaya, Tan Bun Ann terkejut karena melihat sayur mayur di dalam 9 guci yang dibawanya. Karena kaget dan marah, tanpa memeriksa terlebih dahulu, Tan Bun Ann langsung melemparkan guci-guci tersebut ke dalam Sungai Musi. Tetapi pada guci yang terakhir, terhempas pada dinding kapal dan pecah berantakan, sehingga terlihatlah kepingan emas yang berada di dalamnya.

Rasa penyesalan yang membuat Tan Bun Ann mengambil keputusan tak terduga, ia menceburkan diri ke dalam Sungai Musi. Melihat kejadian tersebut, Siti Fatimah ikut menceburkan diri ke sungai, sambil berkata, “Bila suatu saat ada tanah yang tumbuh di tepi sungai ini, maka di situlah kuburan saya.” Dan ternyata benar, tiba-tiba dari bawah sungai timbul gundukan tanah yang akhirnya sekarang menjadi pulau Kemaro ini.

Apabila kita berkunjung ke pulau Kemaro, akan didapati tiga buah gundukan tanah yang menyerupai batu karang, dimana setiap gundukan diberi semacam atap dari kayu dan diberi batu nisan dengan tulisan Tiongkok yang didominasi warna merah. Menurut cerita, gundukan tanah yang di tengah adalah makam sang putri. Sedangkan dua gundukan tanah yang ada di sebelanya merupakan makam ajudan dari pangeran Tiongkok dan dayang kepercayaan sang putri. Hingga kini makam-makam tersebut masih terawat baik sebagai legenda pulau Kemaro.


Pulau ini akan ramai di datangi oleh para pengunjung etnis cina baik dari dalam maupun luar negeri seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Cina dan beberapa negara lainnya terutama pada saat Cap Go Me (15 hari setelah Imlek) , dan di sana ada sebuah pohon langka yang di sebut pohon cinta dimana apa bila pasangan muda-mudi yg berpacaran apabila mengukir nama mereka konon cinta mereka akan berlanjut ke pelaminan. 

PULAU NUSA BARONG - EKSOTISME PULAU TERLUAR JAWA TIMUR


Indonesia merupakan negara yang kaya akan keindahan alamnya. Hampir diseluruh pelosok nusantara menyimpan kekayaan dan keindahan alam. Tetapi terkadang warga masyarakat serta pemerintah tidak begitu peduli dengan kelestarian akan keindahan alam tersebut. Dalih-dalih untuk meningkatan perekonomian terkadang keindahan alam diabaikan dengan kepentingan bisnis semata, padahal apabila digali lebih lanjut keindahan dan kekayaan alam akan menjadi lahan bisnis yang menguntungkan dari sisi bisnis pariwisata.


Salah satu Keindahan alam di Indonesia ada di Pantai Pulau Nusa Barong, Jember. Nusa Barung (atau Barong) adalah sebuah pulau kecil yang terletak di sebelah selatan Pulau Jawa. Pulau ini berada dalam wilayah Kabupaten Jember, Jawa Timur. Pulau ini adalah salah satu pulau terluar Indonesia yang terletak di Samudra Hindia dan berbatasan dengan negara Australia. Pulau Barung ini merupakan bagian dari wilayah pemerintah kabupaten Jember, sebelah selatan dari provinsi Jawa Timur, Indonesia.




Nusa Barung merupakan sebuah cagar alam sejak tahun 1920. Di pulau ini dapat ditemukan banyak spesies burung, serangga, dan tumbuhan. Fungsi pokok cagar alam ini adalah sebagai perlindungan bagi lutung budeng (Trachypithecus auratus) yang terancam punah serta mempunyai jenis flora antara lain Calophyllum inophyllum, Sonneratia alba, Sterculia foetida, Terminalia catappa, Avicennia spp., Barringtonia spp., Alstonia spanthulatus, Alang-alang - Cylindrica imperata, Dillenia sp., Ficus amplas, Lumnitzera spp., Pleiornium sp., Rhizophora spp., Supatorium sp., Tamarindus sp., Vatica walichii, Vitex pubescens, Xylocarpus spp. dan Salah satu ancaman bagi cagar alam ini adalah penebangan kayu secara ilegal.

Potensi di Pulau Nusa Barong :

- Flora
Jenis-jenis tumbuhan di kawasan Cagar Alam Nusa Barong yang diketahui sebanyak 46 jenis. Beberapa jenis. Beberapa jenis yang mudah dijumpai diantaranya Endog-endogan (Xanthophyiium excelsum), Klampok hutan (Eugenia sp), Bogem (brugeura sp), Kalak (Mitrophora javanica), Laban (Vitex pubesecens), Salakan (Palmae sp).

- Fauna
Berbagai jenis satwa liar yang terdapat di kawasan Cagar Alam Nusa Barong diantaranya terdiri dari jenis-jenis mamalia, aves, reptil. Jenis Mamalia yang sering dijumpai yaitu Kera (Macaca fascicularis), Babi hutan (Sus scropa) dan Tupai (Scewius notakas). Jenis-jenis Burung antara lain Pecuk ular (Antinga rufa), Kuntul (Egrelta sp), Iblis hitam (Plenadis falsinallus), Elang (Elanus sp) dan Burung Rangkong (Aceros undulatus).

- Panorama
Kawasan Cagar Alam Nusa Barong memiliki panorama alam berupa pantai pasir putih yang terdapat dibagian utara. Selain suasana alam pantai yang indah, di pantai ini sering didatangi Rusa (Cervus timorensis) bermain dipantai dan Kera (Macaca Fascicularis) yang mencari makan berupa siput dan ketam.

- Keunikan
Berbagai jenis dan warna Terumbu Karang yang terdapat di perairan pantai kawasan Cagar Alam Nusa Barong merupakan salah satu keunikan dan ciri khas yang ada di kawasan ini, dan merupakan tantangan untuk penelitian biota laut.

Sumber : http://egg-animation.blogspot.com/2011/07/wisata-pantai-pulau-nusa-barong-jember.html

KEINDAHAN EKSOTISME PULAU MARATUA - PULAU TERLUAR DI INDONESIA


Pulau Maratua adalah sebuah pulau indah yang terletak di antara pulau Kalimantan dan Sulawesi. Pulau ini merupakan salah satu pulau yang berlokasi paling luar di wilayah Indonesia.


Pulau Maratua adalah pulau terluar Indonesia yang terletak di Laut Sulawesi dan berbatasan dengan negara Malaysia. Pulau Maratua ini merupakan bagian dari wilayah pemerintah Kabupaten Berau, provinsi Kalimantan Timur. Pulau berbentuk kecil panjang dan lengkung tajam ini berada di sebelah selatan dari Kota Tarakan dengan koordinat 2° 15′12″ LU, 118° 38′41″ BT (di bagian batas luarnya). Di pulau ini terdapat Danau Haji Buang dan Danau Tanah Bamban.


Fasilitas di pulau Maratua
Pulau Maratua adalah sebuah pulau kecil yang sangat indah. Keindahan pulau ini tidak hanya ditunjang oleh keindahan alamnya, namun juga segala hal yang hidup di pulau ini. Pulau ini telah memiliki beberapa resort berkelas dunia yang menawarkan penginapan yang menyatu ditengah keindahan pulau ini. Rumah-rumah penginapan ini ada yang dibangun diatas air, sehingga pengunjung bisa berinteraksi dan menikmati keindahan biota laut Pulau Maratua. Karena listrik belum mencapai pulau ini, maka fasilitas listrik di Maratua menggunakan energi Matahari.


Kebudayaan Penduduk Maratua
Penduduk yang tinggal di pulau Maratua adalah penduduk yang berasal dari Kalimantan. Karena itulah kebudayaan, adat dan tradisi mereka sangat mirip dengan tradisi dan budaya orang Kalimantan pada umumnya. Namun gaya kehidupan keseharian mereka sudah beradaptasi dengan alam pulau Maratua.


Keunikan pulau Maratua
Yang membedakan pulau Maratua dengan objek wisata bahari Indonesia lainnya adalah keunikan biota yang hidup di pulau indah ini. Keindahan alam Maratua adalah tempat hidup dari beragam spesies unik khas pulau ini. Beberapa keunikan pulau ini antara lain:

1.) Penyu.
Tidak seperti di daerah lainnya, Penyu pulau Maratua hidup menetap di lingkungan pulau Maratua. Mereka bahkan juga bertelur di pulau dan hidup menetap di perairan Maratua. Tentunya sangat luar biasa, wisatawan dapat merasakan sensasi berenang bersama biota purba ini didalam air yang sangat jernih dan dangkal.Wisatawan juga bisa dengan mudah memberi makan Penyu dan berpose difoto berenang bersama Penyu.

2.) Ubur-ubur Tanpa Sengat.

Di dunia ini, tempat yang tercatat memiliki spesies Ubur-ubur tanpa sengat hanya di 2 tempat. Beruntung sekali negeri kita ini memiliki spesies Ubur-ubur ini. Hebatnya, jenis Ubur-ubur Tanpa Sengat di pulau ini tak hanya 1 jenis, tapi ada 4 jenis. Wisatawan tak perlu takut sama sekali memegang jenis Ubur-ubur ini, bahkan dengan tangan telanjang. Inilah keunikan yang paling unik dari pulau Maratua yang sulit dicari tandingannya di dunia. Berfoto sambil memegang Ubur-ubur adalah sebuah momment yang tak bisa anda lakukan dibelahan dunia lain dan hanya ada di pulau Maratua.

Sumber : http://melanoptera.blogspot.com
EKSOTISME PULAU MIANGAS - PULAU TERLUAR INDONESIA

EKSOTISME PULAU MIANGAS - PULAU TERLUAR INDONESIA

Miangas adalah pulau terluar Indonesia yang terletak dekat perbatasan antara Indonesia dengan Filipina. Pulau ini termasuk ke dalam desa Miangas, kecamatan Nanusa, Kabupaten Kepulauan Talaud, provinsi Sulawesi Utara, Indonesia. Miangas adalah salah satu pulau yang tergabung dalam gugusan Kepulauan Nanusa yang berbatasan langsung dengan Filipina.

Pulau ini merupakan salah satu pulau terluar Indonesia sehingga rawan masalah perbatasan, terorisme serta penyelundupan. Pulau ini memiliki luas sekitar 3,15 km². Jarak Pulau Miangas dengan Kecamatan Nanusa adalah sekitar 145 mil, sedangkan jarak ke Filipina hanya 48 mil. Pulau Miangas memiliki jumlah penduduk sebanyak 678 jiwa (2003) dengan mayoritas adalah Suku Talaud. Perkimpoian dengan warga Filipina tidak bisa dihindarkan lagi dikarenakan kedekatan jarak dengan Filipina. Bahkan beberapa laporan mengatakan mata uang yang digunakan di pulau ini adalah peso.





Belanda menguasai pulau ini sejak tahun 1677. Filipina sejak 1891 memasukkan Miangas ke dalam wilayahnya. Miangas dikenal dengan nama La Palmas dalam peta Filipina. Belanda kemudian bereaksi dengan mengajukan masalah Miangas ke Mahkamah Arbitrase Internasional. Mahkamah Arbitrase Internasional dengan hakim Max Huber pada tanggal 4 April 1928 kemudian memutuskan Miangas menjadi milik sah Belanda (Hindia Belanda). Filipina kemudian menerima keputusan tersebut.

Sumber : Kaskus.co.id

TAMAN NASIONAL LORE LINDU - SULAWESI TENGAH


Taman Nasional Lore Lindu terletak di provinsi Sulawesi Tengah. Taman Nasional ini menyimpan keanekaragaman flora dan fauna khas Sulawesi.

Taman Nasional Lore Lindu memiliki berbagai tipe ekosistem yaitu hutan pamah tropika, hutan pegunungan bawah, hutan pegunungan sampai hutan dengan komposisi jenis yang berbeda.


Tumbuhan yang dapat dijumpai di hutan pamah tropika dan pegunungan bawah antara lain Eucalyptus deglupta, Pterospermum celebicum, Cananga odorata, Gnetum gnemon, Castanopsis argentea, Agathis philippinensis, Philoclados hypophyllus, tumbuhan obat, dan rotan.

Hutan sub-alpin di taman nasional ini berada diatas ketinggian 2.000 meter dpl. Keadaan hutannya sering diselimuti kabut, dan sebagian besar pohonnya kerdil-kerdil yang ditumbuhi lumut.

Di dalam kawasan taman nasional terdapat berbagai ragam satwa yaitu 117 jenis mamalia, 88 jenis burung, 29 jenis reptilia, dan 19 jenis amfibia. Lebih dari 50 persen satwa yang terdapat di kawasan ini merupakan endemik Sulawesi diantaranya kera tonkean (Macaca tonkeana tonkeana), babi rusa (Babyrousa babyrussa celebensis), tangkasi (Tarsius diannae dan T. pumilus), kuskus (Ailurops ursinus furvus dan Strigocuscus celebensis callenfelsi), maleo (Macrocephalon maleo), katak Sulawesi (Bufo celebensis), musang Sulawesi (Macrogalidia musschenbroekii musschenbroekii), tikus Sulawesi (Rattus celebensis), kangkareng Sulawesi (Penelopides exarhatus), ular emas (Elaphe erythrura), dan ikan endemik yang berada di Danau Lindu (Xenopoecilus sarasinorum).

Disamping kekayaan dan keunikan sumberdaya alam hayati, taman nasional ini juga memiliki kumpulan batuan megalitik yang bagus dan merupakan salah satu monumen megalitik terbaik di Indonesia.

Taman Nasional Lore Lindu mendapat dukungan bantuan teknis internasional, dengan ditetapkannya sebagai Cagar Biosfir oleh UNESCO pada tahun 1977. 

PESONA WISATA DANAU SINGKARAK - SUMATRA BARAT


Danau Singkarak adalah danau vulkanik yang terletak di jantung Sumatera Barat. Dengan pemandangan yang sangat eksotis, Danau singkarak layak dijadikan salah satu kunjungan wajib jika kita berwisata ke propinsi Sumatra Barat tersebut.

Danau Singkarak yang berada di Kabupaten Solok Provinsi Suma­tera Barat merupakan danau terluas kedua setelah Danau Toba yang ada di Pulau Sumatra. Danau ini memiliki luas 107,8 m2 dan berada di ketinggian 36,5 meter dari permukaan laut yang terletak di dua kabupaten Solok dan Tanah Datar.

Danau Singkarak juga terkenal dengan ikan Bilih nya yang meru­pakan spesies ikan yang hanya hidup di danau ini saja. Ikan ini sangat unik karena tidak dapat bertahan hidup di mana saja, bahkan di dalam akuarium  kecuali di Danau Singkarak.

Danau Singkarak berjarak 70 km dari Padang, 20 km dari Solok dan sekitar 36 km dari Bukittinggi. Di tempat wisata ini Anda dapat melakukan aktivitas bersam­pan hingga ke tengah danau dengan menggunakan sampan sewaan. Airnya yang bening dan sejuk menambahkan keasrian danau nan menawan ini. Bunyi riak-riak air danau yang menghempas ke pasir di pinggiran, juga menambah suasana menjadi syahdu. Tak jauh dari areal danau terdapat sebuah tempat peristi­rahatan Biteh Kacang, tepatnya yaitu di pinggiran Danau Singkarak.

Danau Singkarak juga dikenal sebagai tempat yang cukup menjan­jikan sebagai daerah wisata me­man­cing. Hal ini dibuktikan dengan ramainya kawasan di seputaran Danau Singkarak dengan para pemancing yang berasal dari kota sekitar danau maupun dari luar Propinsi Sumatera Barat. Diantara jenis ikan-ikan yang umum dipan­cing yaitu asang, piyek, balingka, baung, dan ikan yang menjadi legenda Sasau, yang konon dapat mencapai ukuran berat hingga 8 Kg. Aktivitas lainnya yang dapat dilakukan adalah olah raga dayung. Lomba Dayung kerap diselengga­rakan di Danau Singkarak, dan merupakan salah satu program pemerintah daerah setempat untuk mempromosikan tempat wisata danau Singkarak.

Sumber :
harianhaluan.com
indonesia.travel

NGARAI SIANOK - GREAT WALL BUKITTINGGI


Ngarai Sianok adalah sebuah lembah curam (jurang) yang terletak di jantung kota Bukittinggi, Sumatera  Barat. Lembah ini memanjang dan berkelok dari selatan Ngarai Koto Gadang sampai ke Ngarai Sianok Enam Suku, dan berakhir di Palupuh.Ngarai Sianok terletak di Pusat kota Bukittinggi, membujur dari Selatan Nagari Koto Gadang terus ke Utara, Nagari Sianok Enam Suku dan berakhir di Palupuh dengan panjang 15 km, kedalaman 100 meter dan lebar 200 meter.

Ngarai Sianok atau Lembah Pendiam ini merupakan suatu lembah yang indah, hijau dan subur, didasarnya mengalir sebuah anak sungai yang berliku-liku menelusuri celah-celah tebing yang berwarna-warni dengan latar belakang gunung Merapi dan Singgalang yang menghijau merupakan alam yang mempesona. Keunikan Ngarai ini mudah dicapai, sebuah Ngarai di pusat kota yang tidak ditemui di kota-kota lainnya di dunia. Keindahan alam Ngarai Sianok yang mempesona itu selalu diabadikan oleh wisatawan dengan mengambil foto-foto serta sebagai imajinasi bagi para pelukis. Perjalanan menjelajah dengan melalui jalan setapak di lembah Ngarai merupakan rekreasi yang menarik, bila perjalanan terus keseberang Ngarai dalam waktu 45 menit anda akan sampai di Nagari Koto Gadang sebagai Nagari asal beberapa orang pemimpin bangsa Indonesia antara lain : H.Agus Salim dan Emil Salim.

Jurang ngarai dalamnya sekitar 100 m yang membentang sepanjang  15 km dengan lebar sekitar 200 m dan merupakan bagian dari patahan yang memisahkan  satu wilayah menjadi dua bagian (Patahan Semangko).Patahan ini membentuk dinding yang curam, bahkan tegak lurus dan membentuk lembah yang  hijau hasil dari gerakan turun kulit bumi (sinklinal).

Kendati sebagian dindingnya pernah runtuh akibat  gempa pada tahun 2007, Ngarai Sianok masih tetap menarik dan tidak  kehilangan daya eksotiknya. Bahkan pada tahun itu juga, Ngarai Sianok ditetapkan  sebagai best  tourism object (objek wisata terbaik) pada penghargaan Padang Tourism Award (PTA) 2007 di Padang.

Dilembah Ngarai Sianok mengalir Sungai  Sianok yang cukup jernih. Sungai tersebut bisa dimanfaatkan untuk kegiatan olah  raga seperti kano,  arung jeram dan kayak.  Sungai ini bermuara di samudera Hindia.

Di tepian sungai masih banyak dijumpai tumbuhan  langka seperti bunga rafflesia dan tumbuhan obat-obatan. Sedangkan  di dalam hutan di lembah ngarai, terdapat beberapa fauna liar yang masih bisa ditemui,  seperti: monyet ekor panjang, siamang,simpai, rusa, babi hutan,macan tutul dan tapir.

Sumber : http://malaladot-com.blogspot.com