Seperti telah kita ketahui bahwa Indonesia terdiri dari berbagai jenis suku dengan aneka adat istiadat yang berbeda satu sama lain.Suku-suku tersebut ada yang tinggal di pesisir pantai, perkotaan bahkan dipedalaman. Salah satu diantaranya Suku Asmat.
Suku Asmat berada di antara Suku Mappi, Yohukimo dan Jayawijaya di antara berbagai macam suku lainnya yang ada di Pulau Papua. Sebagaimana suku lainnya yang berada di wilayah ini, Suku Asmat ada yang tinggal di daerah pesisir pantai dengan jarak tempuh dari 100 km hingga 300 km, bahkan Suku Asmat yang berada di daerah pedalaman, dikelilingi oleh hutan heterogen yang berisi tanaman rotan, kayu (gaharu) dan umbi-umbian dengan waktu tempuh selama 1 hari 2 malam untuk mencapai daerah pemukiman satu dengan yang lainnya. Sedangkan jarak antara perkampungan dengan kecamatan sekitar 70 km. Dengan kondisi geografis demikian, maka berjalan kaki merupakan satu-satunya cara untuk mencapai daerah perkampungan satu dengan lainnya.
Secara umum, kondisi fisik anggota masyarakat Suku Asmat, berperawakan tegap, hidung mancung dengan warna kulit dan rambut hitam serta kelopak matanya bulat. Disamping itu, Suku Asmat termasuk ke dalam suku Polonesia, yang juga terdapat di New Zealand, Papua Nugini.
Kehidupan Adat Istiadat Suku Asmat
Suku asmat adalah sebuah suku di papua. suku asmat dikenal dengan hasil ukiran kayunya yang unik. populasi suku asmat terbagi dua yaitu mereka yang tinggal di pesisir pantai dan mereka yang tinggal di bagian pedalaman. kedua populasi ini saling berbada satu sama lain dalam hal cara hidup,sturktur sosial dan ritual.populasi pesisir pantai selanjutnya terbagi kedalam dua bagian yaitu suku bisman yang berada di antara sungai sinesty dan sungai nin serta suku simai.
Adat Kebiasaan
Dalam kehidupan masyarakat Suku Asmat, masih banyak kebiasaan yang sangat aneh. Salah satunya, kebiasaan mereka yang sangat mengerikan dan sulit diterima akal sehat, yaitu saat mereka membunuh musuhnya.
Mereka masih menggunakan cara-cara zaman prasejarah. Setelah dibunuh, mayat musuh tersebut dibawa pulang ke kampung. Di kampung, mayat tersebut dipotong-potong, lalu dibagi-bagi ke seluruh penduduk. Para penduduk itu berkumpul dan memakan potongan mayat bersama-sama.
Ketika memakan mayat itu bersama-sama, para penduduk menyanyikan lagu yang mereka sebut dengan lagu kematian. Tak cukup sampai di sana, mereka pun memenggal kepala si mayat. Otak mayat itu diambil, kemudian dibungkus dengan daun sagu. Setelah itu, otak tersebut dipanggang untuk dimakan bersama-sama. Betapa mengerikan.
Orang-orang Asmat pandai membuat hiasan ukiran. Hebatnya, mereka membuat ukiran tanpa membuat sketsa terlebih dahulu. Ukiran-ukiran yang mereka buat memiliki makna, yaitu persembahan dan ucapan terima kasih kepada nenek moyang. Bagi Suku Asmat, mengukir bukan pekerjaan biasa. Mengukir adalah jalan bagi mereka untuk berhubungan dengan para leluhur.
Orang-orang Suku Asmat percaya bahwa roh orang yang sudah meninggal dapat menyebabkan bencana bagi orang yang masih hidup, menyebabkan peperangan, juga menyebarkan penyakit. Untuk menghindari hal tersebut, orang-orang Suku Asmat akan membuat patung dan menyelenggarakan berbagai macam pesta. Di antaranya adalah Pesta Bis, Pesta Perah, Pesta Ulat Sagu, dan Pesta Topeng.
Ada banyak pertentangan di antara desa asmat. yang paling mengerikan adalah cara yang dipakai suku asmat membunuh musuhnya. ketika musuh bunuh, mayatnya dibawa kekampung, kemudian dipotong dan dibagikan kepada seluruh penduduk untuk memakan bersama. mereka menyanyikan lagu kematian dan memenggal kepalanya. otaknya dibunngkus daun sago dan dipanggang kemudian dimakan.
Berhias
Kehidupan Suku Asmat belum banyak terpengaruh oleh kehidupan modern. Salah satu contohnya adalah kebiasaan berhias. Mereka masih berhias sesuai dengan cara mereka sendiri. Mereka mencoreng wajah dengan berbagai warna. Warna-warna tersebut mereka peroleh dengan cara yang sangat sederhana. Warna yang mereka gunakan untuk menghias wajah adalah warna merah, putih, dan hitam.
Untuk warna merah, mereka dapatkan dari tanah merah yang banyak di sekitar mereka. Warna putih mereka dapatkan dari kulit kerang yang sebelumnya ditumbuk sampai halus. Dan, warna hitam, mereka dapatkan dari arang kayu, yang juga ditumbuk sampai halus.
selain budaya, penduduk kampung syuru juga amat piawai membuat ukiran seperti suku asmat umumnya.
Ukiran bagi suku asmat bisa menjadi penghubung antara kehidupan masa kini dengan kehidupan leluhur. di setiap ukiran bersemayam citra dan penghargaan atas nenek moyang mereka yang sarat dengan kebesaran suku asmat.
Patung dan ukiran umumnya mereka buat tanpa sketsa. bagi suku asmat kala menukir patung adlah saat di mana mereka berkomunikasi dengan leluhur yag ada di alam lain. itu dimungkinkan karena mereka mengenal tiga konsep dunia: Amat ow capinmi (alam kehidupan sekarang), Dampu ow campinmi (alam pesinggahan roh yang sudah meninggal), dan Safar (surga).
Percaya sebelum memasuki dusurga< arwah orang sudah meninggal akan mengganggu manusia. gangguan bisa berupa penyakit, bencana bahkan peperangan. Maka, demi menyelamatkan manusia serta menebus arwah, mereka yang masih hidup membuat patung dan mengelar pesta seperti pesta patung bis (Bioskokombi), pesta topeng, pesta perahu, dan pesta ulat ulat sagu.
Konon patung bis adalah bentuk patung yang paling sakral. namun kini membuat patung bagi suku asmat tidak sekadar memenuhi panggilan tradisi. sebab hasil ukiran itu juga mereka jual kepada orang asing di saat pesta ukiran. mereka tahu hasil ukiran tangan dihargai tinggi antara Rp. 100 ribu hingga jutaan rupiah diluar papua.
Mata Pencaharian
Kebiasaan bertahan hidup dan mencari makan antara suku yang satu dengan suku yang lainnya di wilayah Distrik Citak-Mitak ternyata hampir sama. suku asmat darat, suku citak dan suku mitak mempunyai kebiasaan sehari-hari dalam mencari nafkah adalah berburu binatang hutan separti, ular, kasuari< burung< babi hitan< komodo dll. mereka juga selalu meramuh / menokok sagu sebagai makan pokok dan nelayan yakni mencari ikan dan udang untuk dimakan. kehidupan dari ketiga suku ini ternyata telah berubah.
Dalam kehidupannya, Suku Asmat memiliki 2 jabatan kepemimpinan, yaitu a. Kepemimpinan yang berasal dari unsur pemerintah dan b. Kepala adat/kepala suku yang berasal dari masyarakat.Sebagaimana lainnya, kapala adat/kepala suku dari Suku Asmat sangat berpengaruh dan berperan aktif dalam menjalankan tata pemerintahan yang berlaku di lingkungan ini. Karena segala kegiatan di sini selalu didiihului oleh acara adat yang sifatnya tradisional, sehingga dalam melaksanakan kegiatan yang sifatnya resmi, diperlukan kerjasama antara kedua pimpinan sangat diperlukan untuk memperlancar proses tersebut.
Bila kepala suku telah mendekati ajalnya, maka jabatan kepala suku tidak diwariskan ke generasi berikutnya, tetapi dipilih dari orang yang berasal dari fain, atau marga tertua di lingkungan tersebut atau dipilih dari seorang pahlawan yang berhasil dalam peperangan.
Sebelum para misionaris pembawa ajaran agama datang ke wilayah ini, masyarakat Suku Asmat menganut Anisme. Dan kini, masyarakat suku ini telah menganut berbagai macam agama, seperti Protestan, Khatolik bahkan Islam.
Dengan kegiatan sehari-hari yakni bercocok tanam di ladang, dengan jenis tanamannya wortel, matoa, jeruk, jagung, ubi jalar dan keladi juga beternak ayam, babi. Demikian menariknya adat istiadat suku ini, sehingga perlu dilestarikan. Disamping itu juga, dapat digunakan sebagai obyek pariwisata untuk mendapatkan devisa bagi negara.
”Berbeda beda tetapi tetap satu jua, itulah Indonesia”. Kata kata itu pasti sangat dekat di pikiran anda? Kalau kita membuka buku ragam budaya di tanah air, tentunya kita akan mengetahui bahwa negara Indonesia terdiri dari banyak suku dan budaya, salah satunya adalah Suku Asmat, suku yang mendiami wilayah timur indonesia (papua). Mari kita tengok lebih dalam tentang suku asmat.
Suku asmat merupakan sebuah suku dengan berjuta juta keunikan, serta menyimpan banyak potensi wisata. Suku ini sangat dikenal dengan hasil karya seni ukirnya. Anda sebagai pecinta wisata budaya pasti kenal dengan patung asmat? Sebuah karya yang sangat fenomenal. Suku asmat, terdiri dari 2 kelompok yaitu asmat pesisi dan asmat pedalaman. Keduanya sangat berbeda dalam hal dialek, cara hidup ataupun budayanya; tetapi ada kesamaan yaitu sangat menarik untuk dijadikan tujuan wisata budaya. Asmat pesisir terbagi lagi menjadi dua yaitu bisman dan simai.