Sejarah dan Mitos Jelangkung

Mitos tentang Jelangkung kuat dugaan berasal dari sebuah kepercayaan bangsa China terhadap adanya kekuatan roh Poyang dan Moyang (bandingkan dengan sebutan: Nenek Moyang) yaitu 'Cay Lan Kung' dan 'Cay Lan Tse'. Sementara Untuk persoalan kepercayaan serupa itu, di Jawa dikenal istilah Ni Towong. Hal ini bisa dipandang sama disebabkan oleh kisah mitos dan kepercayaan yang menyelimuti keduanya tidak ada perbedaan.


'Cay Lan Kung' atau yang kita kenal sekarang dengan nama Jelangkung, di tempat asalanya (China) adalah sebuah ritual memanggil roh Poyang dan Moyang yang dipercaya berperan sebagai pelindung anak-anak. Roh Poyang dan Moyang itu dipanggil agar masuk ke sebuah boneka kayu yang tangannya dapat digerakkan. Pada ujung tangan boneka tersebut diikatkan sebuah alat tulis. Boneka kayu itu juga dihiasi dengan pakaian manusia, dikalungi kunci dan dihadapkan ke sebuah papan tulis. Apabila pada saat si boneka tersebut menjadi berat, yang menurut mereka menjadi pertanda bahwa boneka itu telah dirasuki roh, dan bergerak mengangguk sebagai pertanda setuju setelah ditanyakan siap tidaknya untuk ditanyai, jawaban-jawaban dari semua pertanyaan yang diajukan akan dituliskan oleh si roh yang merasuki boneka tersebut pada papan tulis yang disediakan. 



Dengan latar belakang kepercayaan yang sama, di Jawa, ritual Ni Towoh adalah ritual pemanggilan roh serupa ritual Cay Lan Kung tadi. Sementara media yang digunakan untuk menampung roh yang dipanggilnya adalah lewat gayung-sibur penyauk air yang diiringi dengan nyalaan perapian. Sementara itu, kita mengenal bahwa pada jaman dulu gayung-sibur itu terbuat dari tempurung kelapa yang digagangi kayu. Dan itulah sebabnya kenapa pada perkembangan mitos Cay Lan Kung di Indonesia sekarang lebih dikenal dengan ritual pemanggilan roh lewat boneka berkepala tempurung kelapa yang didandani pakaian.


Photo: boneka Jelangkung/Cay Lan Kung/Ni Towong

Meskipun upacara jelangkung ini sudah dikenal secara luas oleh masyarakat Indonesia dari sebelum diangkat sebagai cerita film, namun kepercayaan yang ada di masyarakat dulu tidak begitu besar pengaruhnya bagi keimanan seseorang dibanding paska ritual itu dijadikan tema film. Oleh sebab itu ummat Islam patut hati-hati dan berusaha untuk kembali mengkoreksi keimanannya kembali agar tidak terjerumus pada keimanan yang menyalahi ajaran Islam.


Dalam ajaran Islam, Ruh seseorang yang sudah meninggal tidak bisa bepergian keluar dari tempat yang disediakan (yakni alam barzah), apalagi sampai masuk pada tubuh manusia atau makhluk lainnya.



Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman dalam surat al-Mu'minun ayat 99-100 :



(Demikianlah keadaan orang-orang kafir itu), hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: "Ya Tuhanku kembalikanlah Aku (ke dunia), Agar Aku berbuat amal yang saleh terhadap yang Telah Aku tinggalkan. sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. dan di hadapan mereka ada dinding (pemisah) sampai hari mereka dibangkitkan" 



 Alam barzah atau alam kubur adalah alam tempat seluruh ruh manusia yang sudah meninggal dikumpulkan hingga datangnya hari pembalasan (yaumul qiyamah). Semua ruh yang ada di sana tidak ada satupun yang bisa lari atau keluar untuk kembali ke alam dunia. Terkait hal ini Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman dalam surat Az-Zumar ayat 42 :



"Allah memegang jiwa (orang) ketika matinya dan (memegang) jiwa (orang) yang belum mati di waktu tidurnya; Maka dia tahanlah jiwa (orang) yang Telah dia tetapkan kematiannya dan dia melepaskan jiwa yang lain sampai waktu yang ditetapkan. Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda- tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang berfikir".



Untuk itu, mempercayai kebenaran adanya mitos-mitos mengenai ruh yang sudah meninggal bisa dipanggil dan diajak interaksi komunikasi adalah kepercayaan takhayyul yang terancam dosa musyrik. Semoga Allah Subhanahu wa Ta'ala senantiasa menjaga dan menyelamatkan iman kita semua. Wallahu A'lam



sumber : http://mitoos.blogspot.com/2012/03/sejarah-mitos-jelangkung.html