TRADISI SYAWALAN DI PEKALONGAN

Tradisi syawalan berlangsung meriah di Pekalongan, Jawa Tengah. Puncak acara syawalan di Pekalongan yang berlangsung setiap tanggal 7 syawal atau sepekan setelah lebaran ditandai dengan pemotongan lopis raksasa.


Bagi masyarakat Pekalongan, Jawa Tengah, Hari Raya Idul Fitri rasanya belum lengkap jika tidak melaksanakan tradisi syawalan sepekan setelah Hari Raya Idul Fitri.

Masyarakat di kota penghasil batik ini juga sering menyebut tradisi syawalan dengan istilah Krapyakan karena kegiatan dipusatkan di Kelurahan Krapyak kota Pekolangan. Perayaan syawalan selalu dipadati ribuan pengunjung dari berbagai daerah di Pekalongan.

Biasanya para pengunjung sudah berdatangan sejak pagi hari untuk bersilaturahmi dengan saudara maupun teman. Di acara syawalan ini pengunjung dapat menikmati makanan dan minuman gratis yang disediakan warga setempat.

Selain untuk bersilaturahmi, kedatangan warga ke perayaan syawalan tidak lain juga untuk menyaksikan pemotongan kue lopis ukuran raksasa yang memiliki berat 396 kilogram dengan tinggi 160 centimeter serta lebar diameter mencapai 192 centimeter.

Kue yang menjadi simbol syawalan ini dibuat dengan bahan 2 kwintal beras ketan yang direbus dengan dandang raksasa selama tiga hari tiga malam. Pembuatan lopis ini menelan biaya sebesar 3,5 juta rupiah yang dihimpun dari para donatur dan iyuran warga.

Membuat kue lopis raksasa setiap perayaan syawalan merupakan tradisi turun temurun warga Krapyak sejak tahun 1936. Ritual ini pertama kali dicetuskan oleh para ulama setempat dalam rangka siar Islam, sekaligus sebagai wujud perhatian warga yang kurang mampu. Setelah dilakukan doa bersama yang dipimpin ulama setempat, kue lopis raksasa ini menjadi rebutan para pengunjung. Menurut kepercayaan, kue lopis ini dipercaya bisa mendatangkan berkah serta mendekatkan jodoh bagi pengunjung yang masih lajang.