SEJARAH BENTENG VREDEBURG


Selain kaya akan warisan budaya Jawa yang hingga sekarang masih dipegang teguh,  Yogyakarta juga beruntung memiliki banyak peninggalan sejarah, termasuk sisa-sisa Belanda dan Jepang sempat bercokol di kota pelajar ini. Salah satu peninggalan Belanda yang masih berdiri tegak hingga sekarang adalah Benteng Vredeburg. Lokasinya sangat mudah ditemukan, cukup berjalan kaki di jalan Malioboro ke arah alun-alun, benteng ini berada tepat di samping Pasar Beringhardjo dan di muka Gedung Agung (salah satu dari tujuh istana presiden di Indonesia).


Benteng Vredeburg  awalnya dibuat selain sebagai pusat pemerintahan gubernur Belanda waktu itu, juga lantaran pemerintah Belanda merasa waswas akibat Kesultanan Yogyakarta mengalami kemajuan yang sangat pesat di bawah kendali Sri Sultan Hamengku Buwono I. Setelah mendapat ijin pembangunan di sekitar keraton dengan dalih menjaga keamanan, VOC mulai membangun benteng sederhana di atas tanah milik Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat di 1760 yang dulunya berfungsi sebagai tangsi militer Belanda.

Sebelumnya benteng ini bernama Rustenburg yang berarti Benteng Perdamaian dan dibangun dengan menggunakan glugu alias batang kayu kelapa dan kemudian direnovasi dan diperkuat dengan batu pada 1765. Di setiap sudut benteng berbentuk bujur sangkar dimaksud, Belanda membangun tempat penjagaan atau bastion berbentuk mirip kura-kura yang memiliki 10 embrasures yang berfungsi untuk meletakkan meriam atau senjata lainnya.

Oleh Sultan, sudut-sudut alias bastion tersebut disematkan julukan Jayawisesa (sudut barat laut), Jayapurusa (sudut timur laut), Jayaprakosaning (sudut barat daya) dan Jayaprayitna (sudut tenggara). Baru di 1767 pembangunan benteng dimulai di bawah pengawasan ahli ilmu bangunan asal Belanda, Ir. Frans Haak. Rencananya, pembangunan benteng kelar di tahun yang sama. Namun rencana tersebut meleset dan baru selesai satu dekade kemudian.

Setelah sebagian besar bangunan Benteng Rustenburg sempat hancur akibat gempa dahsyat di 1867, pihak Belanda kembali merenovasi beberapa bagian yang rusak dan mengganti namanya menjadi Benteng Vrederburg yang berarti benteng Perdamaian. Nama ini diambil sebagai bentuk hubungan yang terjalin antara Kesultanan Yogyakarta dengan Belanda. Di dalam benteng yang dilengkapi dengan dua jembatan tarik (di Barat dan Timur) ini terdapat bangunan-bangunan untuk rumah perwira,  barak-barak infanteri dan artileri, hunian pegawai, gudang mesiu, rumah sakit hingga rumah residen dan ditempati oleh sekitar 500 orang.

Pada masa penjajahan Jepang, Vredeburg sempat diguanakan sebagai markas tentara Kempetai,  rumah tahanan politik dan pusat penyimpanan persenjataan. Saat Jepang tunduk dan Indonesia merdeka, benteng yang dulu dilengkapi dengan meriam yang mengarah ke keraton tersebut beralih fungsi menjadi asrama dan markas tentara Indonesia sekaligus sebagai gudang perbekalan dan senjata.

Baru di tahun 1981 bangunan Benteng Vredeburg dicanangkan menjadi cagar budaya sesuai dengan  Ketetapan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor 0224/U/1981 tanggal 15 Juli 1981. Pada tahun 1984 benteng ini difungsikan menjadi Museum Perjuangan Nasional dan dikelola oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dan dapat dikunjungi oleh khalayak umum di 1987. Lewat SK Mendikbud RI Prof. Dr. Fuad Hasan nomor 0475/O/1992 tanggal 23 November 1992, Benteng Vredeburg resmi menjadi Museum Khusus Perjuangan Nasional dengan nama Museum Benteng Yogyakarta.

sumber : http://palingindonesia.com/tempat-wista-sejarah-benteng-vredeburg/