Jembatan ini diresmikan awal pembangunannya oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada 20 Agustus 2003 dan diresmikan pembukaannya oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 10 Juni 2009. Pembangunan jembatan ini ditujukan untuk mempercepat pembangunan di Pulau Madura, meliputi bidang infrastruktur dan ekonomi di Madura, yang relatif tertinggal dibandingkan kawasan lain di Jawa Timur. Perkiraan biaya pembangunan jembatan ini adalah 4,5 triliun rupiah.
Pembuatan jembatan ini dilakukan dari tiga sisi, baik sisi Bangkalan maupun sisi Surabaya. Sementara itu, secara bersamaan juga dilakukan pembangunan bentang tengah yang terdiri dari main bridge dan approach bridge.
Berikut kilasan fakta sejarah :
Gagasan Suramadu berawal pada 1960-an saat guru besar dari ITB (Intitute Teknologi Bandung) Prof Dr Setyadmo (alm) mengusulkan terobosan berani di zaman itu, yaitu menghubungkan Pulau Jawa dengan Sumatera. Ide gila itu mendapat respon berbagai pihak, dan pada 1965 dibuat desain oleh ITB jembatan melintasi Selat madura tersebut.
Gagasan dan konsep pengembangan jembatan antarpulau tersebut, tahun 1986 dikemukakan kepada penguasa orde baru saat itu, Soeharto. Namun, meluas tidak hanya menyatukan Pulau Jawa dan Sumatra saja, tapi juga Pulau Jawa-Madura dan Jawa-Bali, dikenal dengan nama Tri Nusa Bima Sakti.
Menristek, Kepala BPPT saat itu, B.J. Habibie, mendapat tugas untuk mengkaji pembangunan tiga jembatan spekatakuler menyatukan Pulau Sumatera dan Jawa, berikutnya Pulau Jawa dan Madura serta Pulau Jawa dan Bali.
Dari tiga jembatan melintasi selat yang menyatukan pulau satu dengan lainnya itu, secara teknologi dan finansial, tahap awal lebih memungkinkan menyatukan Pulau Jawa dengan Madura. Jembatan sepanjang lebih dari lima kilometer di Selat Madura itu dibangun dengan kontruksi konvensional berupa tiang pancang beton dengan bentang tengah berupa konstruksi gantung seperti halnya golden gate di San Fransisco, AS.
Sementara pembangunan jembatan di Selat Sunda, memerlukan dana besar dan teknologi mumpuni (sepanjang sekitar 26 km). Sedangkan jembatan yang menyatukan Jawa dan Bali, selain palung di Selat Bali dalam yang memerlukan teknologi khusus, juga adanya tentangan dari pemerintah dan masyarakat Pulau Dewata, yang kuatir arus urbanisadi dari Jawa ke Bali makin tinggi.
Namun, pecinta lingkungan berdalih lain, jembatan Jawa-Bali akan merusak habitat burung endemis Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) yang hanya ada di Taman Nasional Bali Barat (TNBB). Pasalnya, jalan akses jembatan melintas Selat Bali tersebut menembus atau membelah kawasan TNBB.
Akhir tahun 1980-an, ide pembangunan jembatan Suramadu (Surabaya-Madura) terus bergulir. Keinginan merealisasikan jembatan Suramadu makin mengebu, pada awal tahun 1990-an dimana gubernur Jatim saat itu dijabat Soelarso, B.J. Habibie kembali menggulir rencana pembangunan jembatan melintasi Selat Madura.
Ini seiring dengan dikukuhkannya pembangunan jembatan Suramadu sebagai jembatan nasional melalui Keputusan Presiden, Nomor 55 Tahun 1990.
Di Era Gubernur Soelarso, mulai melakukan pembebasan lahan di sisi Surabaya maupun Kamal, Kabupaten Bangkalan, Madura. Perjalanan jembatan Suramadu tertatih-tatih, dimana saat gubernur Jatim dijabat Basofi Soedirman, pada akhir masa jabatannya dan Habibie menjabat presiden di awal orde reformasi, wujud fisik jembatan belum juga tampak.
Baru saat Presiden digenggam Megawati Soekarnoputri-lah pada 20 Agustus tahun 2003, wujud fisik pembangunan jembatan Suramadu mulai tampak. Selebihnya pemerintahan SBY tinggal melanjutkan dan merampungkan mega proyek fenomenal tersebut.
Berbagai sumber