Awal mula istilah Gambyong tampaknya berawal dari nama seorang penari taledhek. Penari yang bernama Gambyong ini hidup pada zaman Sunan Paku Buwana IV di Surakarta. Penari taledhek yang bernama Gambyong juga disebutkan dalam buku Cariyos Lelampahanipun karya Suwargi R.Ng. Ronggowarsito (tahun 1803-1873) yang mengungkapkan adanya penari ledhek yang bernama Gambyong yang memiliki kemahiran dalam menari dan kemerduan dalam suara sehingga menjadi pujaan kaum muda pada zaman itu.
Koreografi tari Gambyong sebagian besar berpusat pada penggunaan gerak kaki, tubuh, lengan, dan kepala. Gerak kepala dan tangan yang halus dan terkendali merupakan spesifikasi dalam tari Gambyong. Arah pandangan mata yang bergerak mengikuti arah gerak tangan dengan memandang jari-jari tangan menjadikan faktor dominan gerak-gerak tangan dalam ekspresi tari Gambyong. Hal ini dapat diamati pada gerak ukel asta (memutar pergelangan tangan) sebagai format gerak yang sering dilakukan.
Gerak kaki pada saat sikap berdiri dan berjalan mempunyai korelasi yang harmonis. Sebagai contoh, pada gerak srisig (berdiri dengan jinjit dan langkah kecil-kecil), nacah miring (kaki kiri bergerak ke samping, bergantian atau disusul kaki kanan di letakkan di depan kaki kiri), kengser (gerak kaki ke samping dengan cara bergeser/posisi telapak kaki tetap merapat ke lantai). Gerak kaki yang spesifik pada tari Gambyong adalah gerak embat atau entrag, yaitu posisi lutut yang membuka karena mendhak (merendah) bergerak ke bawah dan ke atas.
Penggarapan pola lantai pada tari Gambyong dilakukan pada peralihan rangkaian gerak, yaitu pada saat transisi rangkaian gerak satu dengan rangkaian gerak berikutnya. Sedangkan perpindahan posisi penari biasanya dilakukan pada gerak penghubung, yaitu srisig, singget ukel karna, kengser, dan nacah miring. Selain itu dilakukan pada rangkaian gerak berjalan (sekaran mlaku) ataupun gerak di tempat (sekaran mandheg).
Keistimewaan
Tari Gambyong sebagai tarian wanita mempunyai regulasi-regulasi dalam implementasi geraknya sehingga privasi geraknya tampak dibatasi. Hal ini dilakukan agar sifat kewanitaan yang halus selalu dapat dipertahankan atau ditonjolkan. Dalam tarian wanita jarang ditemukan luapan emosi, tetapi harus selalu lembut, halus, dan sopan. Sifat wanita yang ideal dan luhur ini selalu dihormati dengan ungkapan seni yang halus. Oleh karena itu, tidak ada gerak lengan yang lebih tinggi dari bahu, tidak pernah ada gerak meloncat, dan kedua paha selalu rapat. Bentuk torso (badan) wanita yang halus dan kelenturan anggota badannya menyempurnakan garis-garis kewanitaan menjadi sangat indah. Ini dapat tercapai dengan naluri dan budi pekerti yang halus.
Perkembangan tari Gambyong tidak terlepas dari nilai estetis yang mengungkapkan keluwesan, kelembutan, dan kelincahan wanita. Nilai estetis ini terdapat pada keharmonisan dan keselarasan antara gerak dan ritme, khususnya antara gerak dan irama kendang. Sinergitas antara gerak dan ritme ini menjadikan tari Gambyong tampil lebih sigrak (tangkas). Nilai estetis tari Gambyong akan muncul apabila penarinya juga menjiwai dan mampu mengekspresikan dengan perfek sehinga muncul ungkapan tari yang erotis-sensual.
Busana dan rias pada tari Gambyong mempunyai peran yang mendukung ekspesi tari dan faktor penting untuk suksesnya penyajian. Bentuk rias corrective make up yang menghasilkan wajah cantik dan tampak alami, menarik untuk dilihat.
Sementara itu, busana tari Gambyong yang disebut angkinan atau kembenan menjadikan lekuk-lekuk tubuh penari tampak terbentuk. Dengan demikian, bagian-bagian tubuh yang digerakkan kelihatan jelas sehingga gerak seperti ogek lambung yang bervolume kecil dapat tampak lebih jelas. Bentuk busana ini memungkinkan juga memberikan keleluasaan gerak sesuai dengan manifestasi dan kelincahan Tari Gambyong.
Dengan penggunaan kain yang diwiru, maka pada saat berjalan atau bergerak, lipatan kain (wiron) itu akan membuka dan menutup serta kelihatan hidup sehingga dapat memperkuat impresif kenesnya. Maka, busana yang dianggap sesuai dengan ekspresi tari Gambyong adalah busana angkinan dengan gelung gedhe.
Bagian bahu dibuat terbuka, bahkan kadang-kadang payudara dinaikkan sehingga tampak montok dengan sebutan glathik mungup (lekukan payudara, tampak seperti burung gelathik muncul). Perkembangan busana tari Gambyong yang beragam saat ini lebih terkesan dekoratif dan kurang memerhatikan kemungguhan (kesesuaian) tari. Meskipun demikian, perkembangan busana itu tetap membuat penyajian tari Gambyong semakin beragam dan menarik.
Penyajian tari Gambyong akan dapat mencapai nilai estetis apabila dilakukan oleh penari yang memiliki basis tari yang kuat. Kemantapan sajian tari dari seorang penari dipengaruhi oleh latar belakang budaya yang membentuk diri penari, di samping faktor kebiasaan dan kematangan. Kebiasaan dan kematangan pada tari Gambyong akan membentuk penari itu menjadi penari yang luluh atau menyatu dengan tari yang disajikan. Karena disadari penari tidak sekadar bergerak secara fisik saja, tetapi yang lebih penting adalah mampu mengungkapkan intuisi lewat gerak yang dinamis dan proporsional.
Tari Gambyong memiliki daya tarik yang sangat kuat karena estetika gerak-geraknya yang bersifat erotis. Motif-motif geraknya merupakan gerak-gerak nonrepresentatif (tan wadhag) atau gerak-gerak yang sangat distilisasi sehingga tari tersebut mempunyai yang lebih luas bagi penonton atau penikmat. Selain itu, motif-motif gerak yang bervariasi dengan tempo gerak yang cepat serta cekatan menjadikan tari Gambyong lebih dinamis. Juga karena spesifiknya motif-motif gerak tarinya yang disebabkan oleh tuntutan untuk dapat menimbulkan kesan erotis menjadikan penyajian tari Gambyong menarik untuk dinikmati para penonton atau penikmat.
Lokasi
Tari Gambyong bisa dinikmati di Kota Madya Surakarta.
Akses
Untuk menukmati Tari Gambyong, wisatawan dapat hadir pada acara resepsi pernikahan yang menggunakan adat Surakarta yang asli, atau menghadiri pagelaran seni tari yang diselenggarakan Keraton Surakarta
Harga tiket
Untuk menikmati Tari Gambyong wisatawan tidak perlu membayar tiket (gratis)
Akomodasi dan fasilitas lainnya
Bagi wisatawan yang ingin melengkapi kunjungan wisatanya, bisa berkunjung ke keratin Kasunanan Surakarta Hadiningrat. Keraton ini merupakan bukti sejarah berdirinya Kerajaan Mataram Hadiningrat yang juga menjadi tonggak kelahiran kota Surakarta. Tidak jauh dari masjid ini, wisatwan juga dapat mengunjungi Pasar klewer. Untuk akomodasi penginapan, wisatwan tak perlu khawatir, sebab di Kota Solo tersebar berbagai jenis penginapan, baikhotel berbintang atau penginapan berkelas melati. Di kota ini, wisatawan juga dapat mencicipi berbagai masakan khas Solo maupun Jawa Tengah pada umumnya.
Sumber: http://www.wisatamelayu.com/id/tour/984-Tari-Gambyong/navcat
Foto: kebudayaanjawatengah.blogspot.com