KESENIAN TARI JARANAN TURONGGO YAKSO


Trenggalek adalah sebuah Kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Pusat pemerintahan berada di Trenggalek kota. Kabupaten ini menempati wilayah seluas 1.205,22 km² yang dihuni oleh ±700.000 jiwa. Letaknya di pesisir pantai selatan dan mempunyai batas wilayah sebelah utara dengan Kabupaten Ponorogo, sebelah timur dengan Kabupaten Tulungagung, sebelah selatan dengan pantai selatan dan sebelah barat dengan Kabupaten Pacitan.

Trenggalek yang diwarnai dengan mayoritas budaya masyarakat agraris memberikan peluang kehidupan kesenian jaranan. Diwilayah kecamatan dongko, terletak didaerah pegunungan 30 km kerah selatan kota Trenggalek, terdapat upacara adat baritan yang hidup turun temurun, hingga upacara tsb menjadi sebagian dari kehidupan masyarakat yang ada diwilayah tersebut.

Kehidupan sehari hari yang lebih dominant pada sector pertanian dan perdagangan mengkondisikan upacara adat baritan tersebut sebagai salah satu bagian kehidupan yang diselenggarakan secara rutin sebagai media komunikasi terhadap Tuhan Yang Maha Esa.

Upacara baritan adat tersebut diselenggarakan setiap tahun pada bulan Syura(Muharam) dengan hari dan tanggal yang ditentukan oleh sesepuh(Pawang) yakni orang yang dianggap menguasai tentang hal tsb. Para petani pemilik rojo koyo berkumpul sambil membawa perlengkapan sesaji berupa ambeng dan longkong dan membawa tali yang dibuat dari bambo yang disebut dadung.

Berawal dari inilah Kesenian Tradisional Tari Turonggo Yakso di Kabupaten Trenggalek berdiri. Tari Turonggo Yakso merupakan kesenian asli kabupaten Trenggalek. Yang pada awalnya kesenian ini berasal dari “BARITAN” yaitu sebuah ritual yang dilakukan oleh masyarakat kecamatan Dongko sejak lama.

Berkat jasa Bapak Puguh yang juga merupakan warga Dongko, dengan memperkenalkan kesenian Turonggo Yakso akhirnya kesenian ini mulai dikenal sebagai kesenian asli Trenggalek yaitu pada tahun 80-an. Tari Jaranan Turonggo Yakso ini menceritakan tentang kemenangan warga desa dalam mengusir marabahaya atau keangkaramurkaan yang menyerang desanya .

Mengenal Tari Turonggo Yakso

Tari Turonggo Yakso merupakan kesenian asli kabupaten Trenggalek. Awalnya kesenian ini berasal dari "baritan" yaitu sebuah ritual yang dilakukan oleh masyarakat kecamatan Dongko sejak lama. Berkat jasa Bapak Puguh yang juga merupakan warga Dongko, dengan memperkenalkan kesenian Turonggo Yakso akhirnya kesenian ini mulai dikenal sebagai kesenian asli Trenggalek yaitu pada tahun 80-an.Tari Jaranan Turonggo Yakso ini menceritakan tentang kemenangan warga desa dalam mengusir marabahaya atau keangkaramurkaan yang menyerang desanya.

Saat ini tari Turonggo Yakso banyak diminati oleh para pelajar diwilayah Trenggalek, mulai dari anak SD sampai pada ibu-ibu dan orang tua. Bahkan setiap perayaan 17 Agustus hampir taka da sekolah yang tidak menampilkan Kesenian Tradisional tersebut. Mungkin bagi mereka ini semua adalah ungkapan rasa hormat yang dituangkan dalam sebuah gerakan yang tak lain adalah menari. 

Tari Turonggo Yakso ini berbeda dengan Kesenian Jaranan yang ada di Trenggalek. Perbedaan itu terletak pada kuda-kudaan yang ditungganginya. Jika pada Kesenian jaranan, kuda tersebut menggambarkan kuda yang benar-benar berbentu kuda. Sedangkan pada Tari Turonggo Yakso, kuda yang dipakai untuk tampil adalah kuda yang berbentuk Buto. Namun dalam gerakannya hampir sama, hanya saja pada Tari Turonggo Yakso masih belum terbebaskan dari gerakan-gerakan yang menjadi tumpuan utama pada awal Tari Turonggo Yakso terlahir.

Asal Mula Berdirinya Tari Turonggo Yakso

Upacara adat Baritan telah  melahirkan ide untuk memprojeksikan kembali berbagai sentuhan estetis kesenian jaranan yang ada pada upacara baritan tsb pada wujud baru, yaitu tari Turonggo Yakso Trenggalek yang diwarnai dengan mayoritas budaya masyarakat agraris memberikan peluang kehidupan kesenian jaranan. Diwilayah kecamatan dongko, terletak didaerah pegunungan Trenggalek, terdapat upacara adat baritan yang hidup turun temurun, hingga upacara tsb menjadi sebagian dari kehidupan masyarakat yang ada diwilayah tersebut.

Kehidupan sehari hari yang lebih dominan pada sector pertanian dan perdagangan mengkondisikan upacara adapt baritan tersebut sebagai salah satu bagian kehidupan yang diselenggarakan secara rutin sebagai media komunikasi terhadap tuhan yang maha esa. Upacara baritan adat tersebut diselenggarakan setiap tahun pada bulan Syura(Muharam) dengan hari dan tanggal yang ditentukan oleh sesepuh(Pawang) yakni orang yang dianggap menguasai tentang hal tsb. petani pemilik rojo koyo berkumpul sambil membawa perlengkapan sesaji berupa ambeng dan longkong dan membawa tali yang dibuat dari bambu yang disebut dadung. Waktu upacara diselengggarakan siang hari sekitar pukul 11 WIB , para petani sudah istirahat dalam mengerjakan sawah dan ladangnya.

Karena upacara itu dilaksanakan bubar ngarit tanduran, maka diberi nama Baritan( menurut mbah Karto sentono). Setelah upacara selesai diteruskan dengan pentas kesenian langen Tayub ditempat bekas tumpukan dhadhung tadi. Dhadhung yang telah dimanterai dibagikan kepada pemilik semula dan disimpan yang baik diatas pogo. Dengan menyimpan dhadhung tersebut , atas berkat Tuhan Yang Maha Esa, hewannya akan terhindar dari gangguan malametaka dan penyakit.Namun upacara baritan tersebut pada bebrapa tahun yang lalu sudah ditinggalkan oleh masyarakat pendukungnya. Untuk melestarikan uparacara pada tahun 1971 penilik kebudayaan( Bapak Sutyono) beserta seninam berusaha menciptakan suatu bentuk tari yang bisa mendatangkan masyarakat tanpa diundang, yaitu tari jaranan. Didalam melaksanakan upacara adat baritan yang dulu hiburannya langen Tayub, diganti kesenian jaranan, karena kesenian jaranan dianggap sangat cocok untuk.

Berangkat dari kesenian jaranan yang terdapat pada upacara adat Baritan tersebut melahirkan ide untuk memprojeksikan kembali berbagai sentuhan estetis kesenian jaranan yang ada pada upacara baritan tsb pada wujud baru, yaitu tari Turonggo Yakso.

Dalam hal ini tak hanya sentuhan estetis saja yang menjadi ide. Namun musik dalam Tari sendiri berperan sangat penting dan indah untuk didengar. Semua itu tak lain adalah kolaborasi antara gerak dan musik. Tak sedikit orang di wilayah Trenggalek yang bisa memainkan alat-alatnya karena cukup mudah dan bisa juga menjadi sangat sulit untuk dipelajari.

Tari Turonggo Yakso sendiri menyebar dan meluas diwilayah Trenggalek, sampai kepelosok pedesaan. Ini semua berkat kerja keras warga Trenggalek sendiri untuk memajukan Seni Kebudayaannya. Hal ini akan menjadi faktor positif bagi generasi penerus yang akan dating. Dan menjadi salah satu wahana sebagai symbol dari kota Trenggalek sendiri.

Kehidupan Tari Turonggo Yakso

Dalam setiap Tahunnya di Kabupaten Trenggalek diadakan Lomba dan pementasan dari Kesenian tersebut. Dari kegiatan tsb berbagai upaya mencari bentuk baru terjadi pada setiap penyajian oleh grup grup jaranan. Ragam gerak baru bermunculan setiap saat pada waktu berpentas. Meskipun pada mulanya Jaranan Turonggo Yakso tersebut bermula dari daerah dongko, namun perkembangan ya diluar sangatn pesat.

Berkat property ang dianggap merupakan symbol seni yang mempunyai keindahan serta kekuatan tersendiri , maka property tari turonggo yakso yuang terbuat dari kulit kerbau dengan bentuk visual terdiri atas badan kuda dan kepala raksasa tersebut makin popular sebagai property tari jaranan kas Trenggalek.

Perkembangan Tari Turonggo Yakso di Kabupaten Trenggalek
          
Sekitar tahun 1980 an tari Turonggo yakso berkembang di Kab. Trenggalek. Pembinana dan pengembangan tersebut atas prakarsa kantor depdikbud bersama pemda kab. Trenggalek, dan dipacu dengan berbagai bentuk festival yang diselenggarakan setiap tahun sekali pada bulan Agustus unutk tingkat SD, SLTP, SMA. Meskipun pada mulanya Jaranan Turonggo Yakso tersebut bermula dari daerah dongko, namun perkembangan ya diluar sangat pesat.