Tradisi mangokkal holi atau menggali dan memindahkan tulang belulang leluhur Bagi masyarakat Batak Toba di Sumatra Utara, merupakan ajang untuk menghormati para leluhur. Lewat mangokal holi juga, orang Batak Toba berharap mendapat limpahan berkat, berupa banyak keturunan, panjang umur, dan kekayaan. Dan Mangokal holi juga akan mengangkat martabat sebuah marga dengan menghormati orangtua dan para leluhur. kuburan dan tugu leluhur yang megah nan indah. Semakin indah dan mahal sebuah makam atau tugu, menjadi semakin jelas status Marga pemilik tugu tersebut dan Semakin menambah gengsi.
Dalam upacara Mangokal holi,Tulang-belulang para leluhur dari marga batak yang mengadakan acara ini.Akan Menggali kembali kuburan para leluhur mereka yang dulunya dikuburkan secara terpisah. Setelah tulang-belulang para leluhur mereka sudah dikumpulkan dan dicuci bersih maka kemudian tulang-belulang para leluhur ini akan dimasukkan kedalam kotak atau peti dan dikubur kembali dalam sebuah tugu peringatan yang telah dibangun. Di Tugu peringatan inilah tulang-belulang para leluhur yang mengadakan Mangokal Holi Tersebut telah disatukan.
Adapun prosesi dari menggali tulang-belulang hingga di kuburkan kembali dalam Tugu. Biasanya bisa memakan waktu berhari-hari dan butuh dana yang besar. Tapi walau melelahkan dan butuh dana yang besar,bagi orang Batak biaya puluhan juta rupiah untuk membangun tugu, sebanding dengan penghormatan bagi orangtua dan leluhur mereka. Karena itu sudah tradisi bagi mereka orang batak, yang telah mapan secara ekonomi, terutama yang berhasil di perantauan, untuk menyisihkan uang, membangun kuburan bagi orangtua mereka, dan tugu buat para leluhur.
Kenapa saya katakana tadi butuh dana yang besar dan memakan waktu berhari-hari? Karena dalam meresmikan tugu dan acara Mangokal Holi, harus diadakan adatnya sesuai dengan adat batak. Dalam acara ini pun marga yang mangokal Holi tulang-belulang leluhurnya harus menjamu seluruh keluarga besar dan tetangga kampung. Yang dihidangkan, daging kerbau dan nasi. Jambar, berupa kepala dan buntut kerbau, diberikan kepada hula-hula atau keluarga pihak istri, sebagai simbol penghargaan buat yang paling tinggi.
Dan giliran pihak hula-hula. Mereka memberikan ulos sebagai simbol penghargaan kepada leluhur. Dalam masyarakat Batak, seseorang sudah punya posisi dalam keluarga besar, begitu ia lahir. Dalihan Na Tolu, begitu istilahnya dalam bahasa Toba. Yang paling dihormati adalah hula-hula atau keluarga pihak istri. Sementara dengan dongan tubu atau saudara semarga, berarti posisinya sejajar. Dan boru yang antara lain adalah saudara perempuan dan pihak marga suaminya, menempatkan orang tersebut dalam posisi melayani. Tapi sistem kekerabatan Dalihan Na Tolu ini bukanlah kasta. Karena setiap orang punya kesempatan untuk ketiga posisi tersebut. Ada saatnya menjadi yang dituakan, dan ada saatnya ia menjadi boru yang harus melayani pihak hula-hula.
Penghargaan buat para leluhur yang mengadakan Mangokal Holi, dari pihak hula-hula, dibalas pihak yang Mangokal Holi dengan memberikan tandok. Ucapan terimakasih, berupa sejumlah uang, yang diletakkan dalam tempat beras atau piring berisi beras dan daun sirih.
Malam harinya, diisi dengan kebaktian. Walau tradisi leluhur masih mereka jalankan, orang Batak Toba juga kebanyakan adalah penganut agama Kristen dan Katolik yang taat. Sebuah kontradiksi yang mungkin hanya bisa dipahami mereka.
Bunyi musik gondang mengiringi acara Mangokal Holi tersebut. Dalam alunan musik khas Batak ini, semua berharap, acara penguburan di tugu makam besok, mendapat restu dari debata atau Tuhan dan leluhur.
Dan pada hari ritual puncak mangokal holi akan berlangsung. Pagi hari, tiang borotan ditanam di depan rumah leluhur. Tiang borotan ini semacam tiang pancang bagi hewan yang akan dikurbankan. Di pucuk tiang, dipasang kain putih sebagai lambang kesucian.
Selain kain putih, juga ada ulos pengiring. Maksudnya berkah akan terus mengiringi setiap keturunan. Sementara daun silinjuang yang dipasang, bermakna, setiap generasi marga yang mengadakan Mangokal Holi akan menang melawan musuh, dan mengalah terhadap kawan.
Seekor kuda berwarna hitam, yang disebut huda debata, atau kuda tuhan, menjadi simbol persembahan buat Yang Maha Kuasa. Dan peti tulang-belulang para leluhur akhirnya dikeluarkan, dijunjung diatas kepala para boru yang mengadakan Mangokal holi dari yang paling tua dan yang bungsu.
Maka keluarga dan Marga yang Mangokal Holi leluhurnya yang hadir akan menari marnortor, mengelilingi tiang borotan, sebagai ungkapan sukacita. Ritual untuk membawa tulang belulang ke tempat yang baru yaitu Tugu yang baru dibangun.
Uusai menjalani ritual mangokal holi, dengan memasukkan tulang belulang leluhur ke tempat persemayaman yang baru, pesta akan kembali berlanjut. Huda debata, atau kuda Tuhan, akhirnya dipotong, disajikan kepada para tamu undangan.
Bagian kepala, dan buntut untuk hula-hula. Satu paha kuda untuk tuan rumah, sedangkan bagian perut dan daging di bagian leher kuda untuk pihak boru. Bagian yang tidak bertulang lainnya untuk disantap bersama. Masakan orang Batak, yaitu saksang, mempunyai kekhasan sendiri, karena daging yang diolah harus dicampur dengan darah.
Kurang Lebih begitulah ritual dalam acara Mangokal Holi dalam suku Batak. Kalau ada yang kurang atau lebih,saya harapkan saran dan masukan para tulang,amang boru,lae,ito yang bersuku Batak Toba untuk melengkapi tulisan ini. Mauliate.
Akhir kata saya ucapkan- Mereka yang terdahulu adalah satu siklus yang rantainya tidak akan pernah putus, kecuali kalau kita berhenti untuk mencintai adat dan tradisi leluhur. Tak ada yang salah dengan suatu tradisi, jangan dihilangkan, jalanilah dengan baik pada zamannya. Para pendahulu memahami adanya perubahan, tapi leluhur tidak layak untuk dihilangkan atau dilupakan. kita ada karena mereka ada. Jadi jangan pernah lupakan leluhur Kita.
sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2012/06/23/mangokal-holi-dalam-tradisi-suku-batak-toba/