UPACARA ADAT LARUNG SEMBONYO



Mitos masyarakat teluk Prigi tentang pembuatan kawasan teluk Prigi merupakan asal usul adanya upacara Larung sembonyo. Masyarakat Prigi hampir seluruhnya beragama Islam, namun mereka merasa kurang tentram hidupnya bila meninggalkan tradisi dan upacara Sembonyo yang diyakini untuk menjaga keseimbangan dengan alam sekitarnya serta alam semesta. Upacara Sembonyo dilakukan setiap bulan Selo, hari senin Kliwon setiap tahun.

Pelaksanaannya dilakukan oleh masyarakat nelayan dan petani berkaitan dengan mata pencaharian sebagai nelayan, petani serta merupakan sarana unutuk menghormati leluhurnya yang berjasa dalam membuka kawasan teluk Prigi. Mereka tidak ingin melupakan jasa Tumenggung Yudo Negoro sebagai pahlawan sekaligus sebagai pendiri desa Tawang, Tasikmadu. Jika mereka melalaikan takut ada gangguan, sulit dalam penanngkapan ikan, panen pertanian gagal, timbul wabah, bencana alam dan sebagainya.

Upacara Larung sembionyo pada tahun 1985 dilaksanakan secara besar-besaran setelah sebelumnya terhenti akibat situasi politik. Peringatan saat itu dibantu Pemda Kab. Trenggalek dalam rangka promosi wisata.Upacara Sembonyo dilaksanakan penuh syarat syarat, dan beraneka ragam larangan. Hal ini mempengaruhi watak masyarakat Prigi, khususnya masyarakat nelayan yang membutuhkan ketekunan, ketabahan dan keberanian menantang maut, yang mengintai setiap saat. Laut ladangnya, laut tempat rejekinya.

Larung sembonyo dilaksanakan di Teluk Prigi, Desa Tasik madu atau Karanggongso Kec. Watulimo. Upacara adat atau upacara tradisional lainnya yang tempat pelaksananaannya didesa Tasik Madu, Prigi, Margomulyo, Karanggandu, dan Karanggongsoitu disebut dengan berbagai istilah: sedekah laut; larung sembonyo; upacara adat sembonyo; mbucal sembonyo; bersih laut.

Sembonyo sebenarnya nama mempelai tiruan berupa boneka kecil dari tepung beras ketan, dibentuk seperti layaknya sepasang mempelai yang sedang bersanding. Duduk diatas perahu lengkap dengan peralatan satang, yaitu alat unutuk menhjalankan dan mengemudikan perahu. Penggambaran mempelai tiruan yang bersanding diatas perahu ini dilengkapi pula dengan sepasang mempelai tiruan terbuat dari ares atau galih batang pisang, diberi hiasan bunga kenangadan melati, lecari. Karena sembonyo mengambarkan mempelai, maka perlengkapan upacara adat sembonyo juga dilengkapi dengan asahan atau sesaji serta perlengkapan lain seperti halnya upacara perkawinan tradisional jawa.

Tiruan mempelai yang disebut Sembonyo itu berkaitan dengan mitos setempat mengenai terjadinya tradisi larung Sembonyo. Tradisi ini bermula dari suatu peristiwa yang dianggap pernah terjadi, yaitu perkawinan antar Raden Nganten Gambar Inten, dengan Raden Tumenggung Kadipaten Andong Biru. Raden Nganten Gambar Inten juga terkenal dengan nama raden Nganten Tengahan.

Perkawinan itu dilaksanakan sebagai syarat keberhasilan Raden Tumenggung Andong Biru Atau Raden Tumenggung Yudo negoro membuka hutan wilayah teluk Prigi dan sekitarnya untuk dijadikan daerah pedesaan, yang sebelumnya dikenal sebagai hutan yang sangat angker dan tidak dapat dihuni manusia.

Pelaksanaan upacara adat larung sembonyo menggambarkan kesibukan keluarga yang punya hajat mengawinkan dan mengadakan pesta untuk memeriahkan perkawinan itu. Pelarungan sembonyo dan berbagai asahan dan sesaji didorong oleh niat, harapan dan permohonan untuk mendapatkan keselamatan dan memperoleh hasil dari laut dan daratan yang melimpah. 

Perkawinan itu dilaksanakan pada hari senin kliwon, bulan selo, dimeriahkan dedngan kesenian Tayub selama 40 hari 40 malam. Bertolak dari dongeng itulah upacara adat Larung Sembonyo dilaksanakan dari tahun ke tahun oleh masyarakat teluk Prigi sampai sekarang.

Secara garis besar tahap tahap upacara adat Larung Sembonyo dibagi menjadi dua tahap persiapan yang meliputi: malam widodaren membuat sembonyo, kembar mayang, menyiapkan encek /sesaji serta menyiapkan kesenian jaranan untuk penggiring dan tahap pelaksanaan.

Sedangkan tahap pelaksanaan upacara Larung sembonyo: arak-arakan diberangkatkan dari kantor kecamatan Watulimo menuju tempat pelelangan ikan yang telah dihiasi layaknya pesta perkawinan. Sembonyo diusung yang diriingi para petugas upacara dalam formasi tertentu. Setelah dilakukan suguh, maka sembonyo ditaruh diatas gethek kemudian dilarung kelaut lepas.

Sumber: Dept.Pariwisata Kab. Trenggalek