Musim kemarau kala itu di desa Seraya Karangasem belum berahir. Hujan yang dinanti-nanti berlum juga menunjukkan tanda-tanda akan turun.Bagi masyarakat di desa Seraya kondisi ini sangat tidak menguntungkan.Mereka juga ingin merasakan tanah mereka diguyur hujan meski berada pada daerah kering.Terutama bagi mereka yang berprofesi sebagai petani.Tentunya masyarakat di daerah tersebut tidak akan tenang dan bissa diam dengan keadaan seperti itu.
Ahirnya mereka melakukan suatu rapat untuk menjalankan suatu tradisi yang sangat sakral yang mungkin dapat mengatasi masalah kemarau yang berkepanjangan.Dari hasil paruman desa,tercetuslah ide untuk melaksanakan ritual yang bernama “GEBUG ENDE”.
Gebug Ende adalah salah satu tradisi yang unik dan diyakini oleh masyarakat sekitar dapat membantu masalah mereka mengatasi masalah kemarau yang berkepanjangan,tentunya tradisi ini sudah berjalan lama secara turun temurun dan menjadi kepercayaan masyarakat setempat.
Pengertian Gebug Ende
Istilah Gebug Ende dikenal juga dengan nama Gebug Seraya.Gebug Ende berasal dari kata Gebug dan Ende, Gebug berarti memukul dan Ende berarti alat yang digunakan untuk menangkis (tameng).Alat yang digunakan untuk memukul adalah rotan dengan panjang sekitar 1,5 centi meter hingga 2 meter.Sedangkat alat untuk menangkisnya terbuat dari kulit sapi yang dikeringkan dan dianyam berbentuk lingkaran. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Tari Gebug Ende merupakan salah satu tarian/permainan yang menjadi tradisi masyarakat Seraya yang dimainkan oleh dua orang lelaki baik dewasa maupun anak-anak yang sama-sama membawa ende dan penyalin,dimana pemainnya saling memukul dan menyerang.Tehnik yang dibutuhkan adalah memukul dan menangkis.