Suku Kerinci adalah suku bangsa yang mendiami wilayah kabupaten Kerinci provinsi Jambi. Populasi suku Kerinci pada sensus tahun 1996 berjumlah sekitar 300.000 orang.
Suku Kerinci adalah suatu bangsa yang tergolong dalam kelompok Melayu, tetapi menurut dugaan para peneliti sejarah, bahwa suku Kerinci ini justru lebih tua dari suku-suku Melayu lainnya yang pada umumnya mendominasi wilayah Sumatra mulai dari provinsi Riau hingga Sumatra bagian selatan. Naskah Melayu tertua ditemukan di Kerinci, dan pada abad ke-14 Kerinci menjadi bagian dari kerajaan Malayu dengan Dharmasraya sebagai ibu kota. Setelah Adityawarman menjadi maharaja maka ibu kota dipindahkan ke Saruaso dekat Pagaruyung di Tanah Datar.
Suku Kerinci berbicara dalam bahasa Kerinci yang masihberkerabat erat dengan bahasa Minangkabau dan bahasa Melayu Jambi. Bahasa Kerinci memiliki banyak dialek tersebar di beberapa tempat di Kerinci dalam wilayah kabupaten Kerinci. Hanya dalam berkomunikasi dengan orang luar, mereka menggunakan bahasa Melayu atau bahasa Indonesia (yang mereka sebut bahasa Melayu Tinggi). Dalam budaya suku Kerinci juga dikenal tulisan yang disebut aksara Incung, yang merupakan salah satu variasi surat ulu.
Asal usul suku Kerinci sendiri tidak diketahui secara pasti darimana berasal, beberapa cerita mengatakan bahwa suku Kerinci adalah dahulunya para perantau Minangkabau, yang membuka pemukiman di daerah Kerinci, hidup sekian lama dan terbentuklah suku Kerinci seperti sekarang.
Pendapat lain, mengatakan bahwa suku Kerinci justru lebih tua dari suku-suku Melayu yang ada, termasuk lebih tua dari suku Minangkabau. Kedatangan suku Kerinci diduga berasal dari daratan Indochina, yang pada masa ribuan tahun yang lalu memasuki wilayah pulau Sumatra, dan menetap di dataran tinggi sekitar gunung Kerinci. Melihat kebiasaan mereka yang hidup di dataran tinggi dan di sekitar danau, kemungkinan mereka dahulunya satu rumpun dengan bangsa-bangsa Proto Malayo yang memang menyukai daerah dataran tinggi dan mengisolasi diri di pedalaman.
Adanya penemuan artefak purbakala di wilayah Kerinci, menjelaskan bahwa sebelum orang Kerinci hadir di wilayah ini, telah ada manusia lain yang pernah hidup di wilayah Kerinci, tapi diduga penemuan artefak purbakala tersebut adalah sisa-sisa dari bangsa weddoid atau melanosoid yang pernah hidup di wilayah Sumatra ini, jauh ribuan tahun sebelum hadirnya bangsa-bangsa Proto Malayo dan Deutro Malayo. Beberapa keturunan bangsa weddoid yang masih tersisa bisa ditemukan di Sumatra adalah suku Lubu dan suku Kubu, hanya saja selama ribuan tahun telah terjadi percampuran ras, sehingga ras weddoid pada suku Lubu dan Kubu, sudah tercampur dengan ras Melayu yang pada umumnya memiliki ras Mongoloid.
Van Vollenhoven, seorang penulis dari Belanda memasukkan suku Kerinci ke dalam wilayah adat Sumatera Selatan. Tetapi kalau dilihat dari kedekatan adat-istiadat serta bahasa, sepertinya suku Kerinci masih lebih dekat dan berkerabat dengan orang-orang Minangkabau. Kemungkinan pada masa dahulu terjadi hubungan kekerabatan antara kedua suku bangsa ini. Selain itu sistem keturunan dalam masyarakat Kerinci memakai sistem matrilineal seperti pada masyarakat suku Minangkabau.
Pada awal keberadaan suku Kerinci, hidup dalam kelompok kecil yang menetap di pemukiman yang mereka sebut “duseung” (dusun). Sebuah dusun dihuni oleh masyarakat dari satu akar kelompok keturunan yang satu keturunan berdasarkan garis keturunan matrilineal.
Pada setiap “duseoung” atau dusun terdapat beberapa “Laheik Jajou/ Larik” atau Rumah Panjang yang dibangun secara menempel yang dihubungkan dengan pintu dari satu rumah ke rumah yang lain. Setiap larik dibangun dalam ciri khas budaya Kerinci. Setiap Larik memiliki Tetua Suku, dan setap Larik diberi nama sesuai dengan suku (marga) yang tinggal di Larik tersebut. Dalam Larik terdapat beberapa Tumbi. Tumbi adalah kelompok kecil masyarakat di dalam Larik.
Selanjutnya kelompok terpenting diantara Tumbu Tumbi yang ada di sebut Kalbu, dalam Kalbu terdapat Pemangku Adat yang mengatur jalannya kehidupan masyarakat dalam kalbu. Gabungan dari beberapa Duseoung (Dusun) dan kelompok masyarakat adat di sebut Kemendapoan yang dipimpin oleh Mendapo.
Status dusun sebenarnya geogragis saja, petunjuk atau lantak adanya suatu negeri, mendirikan dusun erat dengan faktor air yaitu di tepi sungai atau danau. Bagi masyarakat Kerinci, negeri adalah semacam desa/ kelurahan yang memiliki pemerintahan adat.
Sumber : http://protomalayans.blogspot.com/2012/09/suku-kerinci.html