5 WISATA SEJARAH DAN ARSITEKTUR DI BANDUNG


Kota kembang Bandung merupakan sebutan lain untuk kota yang pada zaman dulu, dinilai sangat cantik dengan banyaknya pohon-pohon dan bunga-bunga yang tumbuh. Selain itu, Bandung dahulunya disebut juga dengan Parijs van Java karena keindahannya. Bandung juga dikenal sebagai kota belanja, dengan mall dan factory outlet yang banyak tersebar, dan saat ini berangsur-angsur kota Bandung juga menjadi kota wisata kuliner. Dan pada tahun 2007, British Council menjadikan kota Bandung sebagai pilot project kota terkreatif se-Asia Timur. Saat ini kota Bandung merupakan salah satu kota tujuan utama pariwisata dan pendidikan. Berikut beberapa 5 Wisata Sejarah dan Arsitektur di Bandung :

1. Gedung Bank Indonesia

Lokasi:  Jalan Braga No. 108, Kelurahan Braga, Kecamatan Sumur Bandung

Gedung Bank Indonesia ini dahulu bernama Javanche Bank, dibangun tahun 1915-1918 oleh arsitek Hulswit, Fermont dan Ed. Cuypers dengan gaya arsitektur Neo Klasik (Electicism,) yang memiliki keindahan dengan menara yang tinggi, sehingga mudah dilihat dari jarak jauh. Bangunan ini lebih indah dan apik daripada bangunan sejenis di Eropa. Gedung mempunyai peran besar dalam pembentukkan ruang kota yang baik.

Bank Indonesia dapat dijadikan sebagai salah satu objek wisata heritage, karena bentuk bangunan indah, megah dan simetris, serta lokasinya satu kawasan dengan bangunan-bangunan kuno lainnya (Gedung Indonesia Mengunggat/Landraad, Gereja Santo Petrus Katedral, Gereja Bethel, Gedung Balaikota Bandung, Sekolah Dasar Merdeka, Mapolwiltabes Bandung dan sebagainya).

2. Gedung SMUN 3 dan 5

Lokasi:  Jalan Belitung No. 8

Sekolah Menengah Umum (SMA) Negeri 3 dan 5 Bandung dirancang oleh seorang arsitek Belanda, C.P. Schoemaker pada tahun 1916 masa Pemerintahan Hindia Belanda. Kondisi sekolah terawat baik dan kini dibawah pengelolaan Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat. Sekolah berdiri di atas tanah seluas 14.240 m² , dengan luas bangunan 8.220 m².

Sekolah ini menjadi sekolah favorit dan bergengsi di Kota Bandung, sejak dahulu fungsinya tetap sama untuk gedung sekolah dan almarhum Sri Sultan Hamengkubuwono IX sempat menuntut ilmu di sini.  Gedung ini digunakan sebagai sekolah HBS (Hoogere Burgerschool) tahun 1916 – 1942. Pada masa penjajahan Jepang (1942 – 1945) yang ingin berperang melawan tentara sekutu, gedung digunakan sebagai Markas Tentara Jepang (Kompetai).

Gedung SMU Negeri 3 dan 5,  terletak berdampingan dengan kolam renang masa Hindia Belanda, Tirtamerta/Pemandian Centrum (1920),  dapat dijadikan sebagai salah satu tujuan wisata dan bahan kajian arsitektur Eropa (Belanda) untuk pelajar/mahasiswa, serta letaknya yang strategis di tengah Kota Bandung dan dapat dengan mudah dijangkau.

3. Museum Pos Indonesia

Lokasi:  Jalan Asia Afrika No. 49, Kelurahan Braga, Kecamatan Sumur Bandung

Museum ini dibangun masa Hindia-Belanda pada 27 Juli 1920 dengan nama Museum Pos, Telegraph dan Telepon (PTT) dan dibuka tahun 1931. Pada 19 Juni 1995 Museum berganti nama menjadi Museum Pos dan Giro disesuaikan dengan perusahaan yang menanganinya. Pada waktu Perusahaan berganti nama menjadi PT Pos Indonesia maka terjadi pula perubahan nama museum ini menjadi Museum Pos Indonesia. Museum memiliki luas gedung 700 m², dan berdiri tegak di atas lahan tanah seluas ±  706 m². Gedung Museum dibangun oleh Ir. J. Berger dari Landsgebouwdienst dengan gaya arsitektur Italia masa Renaissance.

Pada masa revolusi dan perang kemerdekaan, keberadaan museum ini tidak mendapat perhatian sebagaimana mestinya, bahkan nyaris terlupakan. Kemudian baru tanggal 18 Desember 1980 Direksi Perum Pos dan Giro membentuk Panitia Persiapan Pendirian Museum Pos dan Giro untuk menghidupkan kembali museum. Menginggat banyaknya koleksi perangko, foto, peralatan pos yang bernilai sejarah yang perlu diketahui oleh masyarakat luas dan museum sebagai sarana pendidikan, informasi dan rekreasi untuk generasi muda dimasa sekarang dan mendatang. Tugas utama panitia tersebut adalah melakukan inventarisasi dan pengumpulan benda-benda bersejarah yang patut dijadikan sebagai koleksi museum. Pada 27 September 1983 bersamaan dengan hari bakti Postel ke-38 Museum ini secara resmi dibuka oleh Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi Acmad Tahir dan diberi nama Museum Pos dan Giro, sebagai museum untuk umum.

Museum Pos dan Giro di Jawa Barat ini,  merupakan satu-satunya museum perangko yang koleksinya tidak lagi hanya sebatas pada perangko-perangko dari berbagai negara, tetapi telah dilengkapi dengan benda-benda pos bersejarah. Museum Pos dan Giro dapat dikembangkan sebagai objek wisata budaya, khusunya para filatelis (orang yang hobi mengumpulkan perangko) maupun masyarakat yang ingin meningkatkan wawasan sejarah perkembangan perangko.

4. Pendopo Bandung

Lokasi:  Jalan Dalem Kaum No. 1, Kelurahan Balong Gede, Kecamatan Regol

Pendopo Kabupaten terletak di Jalan Dalem Kaum No. 1, Kelurahan Balong Gede, Kecamatan Regol. Pendopo Kabupaten dibangun pada masa Bupati Wiranatakusumah II (1810 M), setelah memilih dan menentukan wilayah alun-alun kota yang terletak di dekat jalan Raya Pos sebagai ibukota baru selanjutnya dibangun beberapa fasilitas sebagai kelengkapan suatu ibukota kabupaten.

Pembangunan kota Bandung terdiri atas unsur tradisional dan unsur kolonial. Unsur tradisional dengan pembangunan alun-alun, bangunan pusat pemerintahan atau pendopo, mesjid Agung, pasar yang dibangun di sebelah barat laut alu-alun.  Inti dari kota Bandung adalah bangunan Kabupaten Bandung yang oleh masyarakat Kota Bandung disebut dengan Pendopo. Pendopo merupakan bangunan berarsitektur tradisional Jawa, beratap joglo tumpang tiga, dibangun pada awalnya dari bahan kayu dan beratap ijuk, dan pada tahun 1850 diganti tembok dan atap genteng. Pendopo sisi selatan dibangun pada tahun 1867. Komplek Pendopo ini dipugar kembali tahun 1993, sebagai tempat kediaman resmi dari Bupati Bandung.

Tata kota Bandung masih mengikuti pola umum tradisional yang berlaku di Indonesia pada umumnya, meskipun unsur kolonial telah mewarnai wajah Kota Bandung. Tata kota yang berimbas pada arah hadap atau orientasi pusat pemerintahan atau inti dari Kota bandung yaitu pendopo dipengaruhi oleh usaha penyelarasan terhadap lingkungan. Arah hadap pendopo ke arah utara kota Bandung sebagai penghormatan kepada gunung-gunung (Gunung Sunda, Gunung Tangkuban Perahu) juga berhubungan erat dengan kesinambungan pandangan hidup manusia yang sudah berlangsung sejak masa prasejarah, yaitu tentang kesucian dari gunung.

5. Gedung Nies Compotomy

Lokasi:  Jalan Asia Afrika No, 51, Kelurahan Braga, Kecamatan Sumur Bandung

Gedung Nies Compotomy atau Gedung Bank Mandiri terletak di lingkungan kota tua yaitu berada di selatan alun-alun Kota Bandung. Gedung Bank Mandiri, bersebelahan dengan kantor Pos Besar namun terpisah oleh Jalan Banceuy. Kini kawasan telah menjadi kawasan perkantoran dan pusat perdagangan.

Gedung ini dibangun pada tahun 1915 oleh arsitek Belanda terkenal, R. L. A. Schoemaker memiliki gaya arsitektur khas, yaitu neo klasik (ArtDeco ornamental) yang langka dan unik dengan ornamen sebagai penghias bangunan. Gedung Bank ini luasnya 1212 m² dan berdiri pada tanah seluas 8432 m². Semula dibangun sebagai Escomplo Bank, lalu sebagai Kantor PT. (Persero) Bank Dagang Negara dan sejak tanggal 2 Oktober 1998 sebagai Bank Mandiri (gabungan Bank Bumi Daya, Bank Dagang Negara, Bank Exim, dan Bank Bapindo). Kondisi bangunan terpelihara baik dan tidak mengalami perubahan pada fisik bangunan serta diupayakan tetap dipertahankan keaslian bentuknya.

Bangunan ini terletak di bagian sudut persimpangan Jalan Asia Afrika, Jalan Banceuy, dan Jalan Masjid Agung. Posisi bangunan terletak tidak jauh dari jalan raya serta memiliki pintu masuk pada bagian sudut bangunan. Bangunan memiliki menara jam yang berfungsi sebagai penangkap perhatian (vocal point) dan menjadi ciri bangunan yang terletak di sudut jalan. Arah hadap bangunan ini ke selatan-barat, yaitu ke Jl. Asia Afika dan Jl. Banceuy.

sumber : uniknya.com