Kalau kita mendengar kalimat: "Bull-Racing", mungkin pikiran kita melayang ke-Pulau Madura, yang terkenal dengan "Karapan Sapi". Ternyata ada "Buffalo Racing" atau "Balapan Kerbau" yang tidak kalah populernya dikalangan masyarakat Bali, khususnya dibagian Barat, yang dikenal dengan nama "Makepung". Bisa dipahami mengapa masyarakat Bali memilih melombakan kerbau daripada sapi, dikarenakan sapi adalah binatang tunggangan yang dipergunakan oleh Dewa Shiva dan dianggap sebagai hewan suci oleh penganut Hindu. Di Bali, khususnya dibagian Barat, sekitar kota Negara, Makepung ini merupakan event tradisional yang dilakukan beberapa kali setiap tahun, anehnya Makepung ini ternyata tidak begitu populer bagi masyarakat dibagian Bali lainnya.
Saya berkunjung kedesa Kaliakah, sekitar 5 Kilometer dari Negara, untuk merekam peristiwa/event ini. Event ini merupakan pre-kualifikasi untuk suatu event utama, yaitu merebut Piala Gubernur Bali. Pelaksanaannya, pada umumnya adalah membagi kelompok dari berbagai desa, menjadi 2 group: Grup Utara dengan kostum Merah dan Grup Selatan dengan kostum Hijau.
Sehari sebelum event, arena Makepung telah dipadati oleh para pelomba dari berbagai desa, dengan membawa kerbau-kerbau mereka yang terbaik. Saya tidak pernah menyaksikan begitu banyaknya kerbau disuatu tempat sebagaimana yang saya saksikan diarea Mekepung ini. Kerbau-kerbau ini pelihara dan diperlakukan sebagaimana layaknya seorang atlit terbaik. Konon, menjelang perlombaan, kerbau-kerbau ini diberikan menu makanan yang khusus, penuh dengan ramu-ramuan yang menghasilkan extra energi. Rupanya "doping" bukan suatu hal yang diharamkan diarena ini :)
Mereka yang mampu, mendatangkan kerbau-kerbau mereka dengan menggunakan truk-truk, sedangkan yang kurang mampu, berjalan cukup jauh dari desa-desa mereka dan keretanya ditarik dengan menggunakan ojek sepeda motor. Malamnya, suasana seperti layaknya "Pasar Malam", diwarnai dengan berbagai, baik makanan maupun atraksi panggung dengan musik yang menyengat dan sudah barang tentu tidak ketinggalan minuman-minuman beralkohol.
Menjelang subuh, para pemilik kerbau yang akan diperlombakan, melakukan persiapan dengan ritual-ritual tertentu dan mendekorasi kerbau-kerbau mereka dengan asesories-asesories yang warna-warni. Rupanya Team Kerbau ini juga mempunyai nama-nama yang cukup eksotik, seperti: Wiro Sableng, Juwita Malam dan lain sebagainya.
Sebagai orang Bali, tidak ada sesuatu yang lepas dari "ritual" dan "sajen", demikian juga halnya diarena Makepung ini, bisa disaksikan orang-orang menempatkan sajen-sajen diberbagai tempat, seperti pada tikungan-tikungan maut dan khususnya di tempat "Start dan Finish".
Saya selalu menghormati setiap peristiwa kultural dari berbagai daerah, etnis maupun berbagai bangsa, tetapi pada event Makepung ini, sebagai seorang penyayang binatang, saya agak terusik. Meskipun kerbau-kerbau itu diperlakukan sebagaimana layaknya seorang atlet dalam pemeliharaannya sehari-hari, tetapi pada event tersebut cara para joki memacu kerbau-kerbau itu agak berlebih-lebihan bahkan bisa dikatakan sadis. Kerbau-kerbau itu dipukul dengan tongkat yang dibalut dengan paku-paku sekuat tenaga mereka, yang menimbulkan luka-luka pada kerbau-kerbau tersebut. Beberapa tourist dari Belanda yang melihat Makepung, menutupkan mata mereka dan meninggalkan arena, mungkin karena tidak tega melihat bagaimana kerbau-kerbau itu diperlakukan.
Saya menghimbau kepada event organiser Makepung dan atau apa saja yang memperlombakan binatang, untuk memberlakukan suatu peraturan yang ketat atas perlakuan terhadap para binatang yang diperlombakan tersebut. Sebagaimana pada setiap perlombaan, ada yang menang dan ada pula yang kalah, tetapi pada event Makepung ini, justru "The Bad Loser" nampaknya yang mendapatkan aplaus yang paling meriah dari para penonton.